Berita

Pedang Bermata Dua di Era Digital, Back to Nature and IT Minded

×

Pedang Bermata Dua di Era Digital, Back to Nature and IT Minded

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi back to nature and IT minded (Foto:Google)

Darussalam – Berbicara mengenai perubahan dunia menuju digital memang tidak ada habisnya. Perubahan menuju era digitalisasi membawa pengaruh dan dampak yang besar bagi kehidupan. Sangat kentara jika melihat dari perilaku atau kebiasaan sehari-hari. Banyak kebiasaan baru bermunculan, seperti menggunakan gadget untuk berbagai urusan. Jika diawal kemunculannya hanya digunakan untuk berkomunikasi dan media hiburan, digitalisasi berubah fungsi menjadi ladang bisnis.

Digitalisasi memberikan banyak kemudahan untuk kehidupan manusia. Semua menjadi serba canggih dan efesien, kita menjadi lebih luang dalam memanfaatkan waktu dan mendapatkan beberapa hal dalam satu waktu sekaligus. Misalnya saat bekerja dan lapar, jika sebelumnya kita harus meninggalkan pekerjaan untuk sekedar memasak atau membeli makanan keluar, di era sekarang hanya bermodalkan gadget makanan datang tanpa perlu meninggalkan pekerjaan yang sedang dilakoni.

Dibalik kemudahan yang ditawarkan berdampak terhadap pola hidup manusia menjadi malas. Sehingga dari sikap inilah muncul beberapa dampak buruk bagi perilaku manusia. Manusia di era digital menjadi lebih individualis dan kurang peduli terhadap lingkungan sekitar. Salah satunya adalah interaksi antara sesama menjadi kurang kuantitasnya terutama dengan orang yang dekat. Pola pikir saat ini berubah menjadi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat, tentu saja kita sangat menyayangkan hal ini.

Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya dua perilaku yang membingungkan di bidang ekonomi yang dapat dikategorikan sebagai untung rugi. Pada kunjungannya ke Aceh minggu lalu, wakil menteri keuangan Indonesia Wardiasmo menyebutkan, The twin force of economic, back to Nature dan IT minded. Ini merupakan istilah bagi perekonomian saat ini khususnya Indonesia.

Serangan ganda perekonomian ini berkaitan dengan perilaku manusianya. Dimana masyarakat cenderung menyukai hal yang berbau alam sementara era semakin millennial. Saat musim atau masa liburan datang, kebanyakan dari masyarakat akan memilih tempat seperti laut, gunung, atau bahkan cagar alam untuk dikunjungi. Pada hari biasa pun, masyarakat akan memilih tempat nongkrong yang bernuansa alam.

Ini merupakan sebuah kesempatan yang bagus tentunya bagi pelaku ekonomi karena mereka dapat meng-upgrade usaha atau bisnisnya bertema alam atau nature. Selain itu, banyak bisnis baru bermunculan dan menggunakan alam terbuka sebagai daya tarik utamanya. Merupakan bisnis yang sehat karena menawarkan udara segar dari alam dan juga menyediakan tempat yang benar-benar cocok untuk menyegarkan pikiran.

Yang menjadi kekhawatiran di era digital dan juga bisnis alam adalah lingkungan yang semakin berkurang atau rusak. Hal ini disebabkan karena banyaknya pabrik atau industri yang bermunculan. Alam semakin digerus untuk pembangunan gedung dan berbagai tempat wisata. Maka seketika ini juga menjadi pedang bermata dua bagi Indonesia yang merupakan jantung dunia.

Mengutip dari Tribunnews.com, Leuser adalah jantung dunia yang berada di Indonesia. Namun Leuser terancam deforestrasi hutan dan meskipun berada di dalam lindungan hukum di Indonesia, tapi belum menjamin bahwa Leuser akan baik baik saja. Leuser terus saja dicacah untuk kepentingan industri dan bahkan pertambangan.

Selain itu, jika menilik dari beberapa peristiwa alam yang terjadi akhir akhir ini, telah banyak korban jiwa yang direnggut. Akan berapa banyak lagi jiwa yang kita korbankan dengan iming-iming perkembangan zaman?. Apakah kita akan tetap keukeuh untuk menjadi individualis dan tetap merasa hebat dengan pencapaian sehingga alam menjadi bukan masalah besar?. Ini adalah dampak dari sikap ketidak-pedulian kita terhadap lingkungan dan merupakan kelalaian kita sendiri.

Jika alam terus diusik, akankah kehidupan kita akan menjadi lebih baik. Lantas jika melihat dari tingkah manusianya yang menjadi semakin careless terhadap lingkungannya, pantas dipertanyakan untuk ke depannya apakah ada yang masih memperdulikan alam sekitarnya?.

Perubahan menuju era digital tentu sangat baik dan bahkan merupakan keharusan untuk mengikuti perkembangan zaman. Karena sangat aneh jika menolak perubahan global sementara zaman terus berkembang. Namun, perubahan era bukan berarti merubah sikap menjadi acuh terhadap alam sekitar dan lingkungan sosial. Manusia memiliki hak dan tanggung jawab terhadap tempat tinggalnya. Maka secanggih apapun zaman yang kita tinggali, kita tidak boleh menutup hati untuk peduli.

Alam adalah tempat tinggal kita, rumah dan amanah yang harus kita jaga dengan baik. Bersama sama menuju era baru, kita juga harus menyatupadukan semnagat untuk menjaga kelestariaannya. Yang baru boleh terus muncul, namun yang lama tetap dipertahankan pesonanya. (Sul)