BeritaKampus

BEM Unsyiah Buat Pernyataan Menolak Pemangkasan Aturan Wajib Jilbab Di Aceh Oleh Kemendagri

×

BEM Unsyiah Buat Pernyataan Menolak Pemangkasan Aturan Wajib Jilbab Di Aceh Oleh Kemendagri

Sebarkan artikel ini
Kemendagri Tolak Kewajiban Berjilbab di Aceh (Dokumentasi Kemendagri)
Kemendagri Tolak Kewajiban Berjilbab di Aceh (Dokumentasi Kemendagri)

Darussalam – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala mengeluarkan pernyataan menolak terkait aturan baru yang diterbitkan oleh Kemendagri terkait pemangkasan aturan wajib berjilbab di Aceh. Sebelumnya Kemendagri mengeluarkan peraturan menolak pembatasan jam malam bagi wanita di Aceh yang tidak boleh keluar rumah diatas jam 23.00, dan akhir-akhir ini Kemendagri kembali membuat peraturan mengenai pembatasan aturan wanita berjilbab di Aceh karena dikatakan telah menciderai HAM.

“Pemangkasan aturan wajib  jilbab di Aceh dan aturan wanita tidak boleh keluar rumah setelah jam 23.00 menciderai syariat islam di Aceh” kutip pernyataan dari BEM Unsyiah. Menurut BEM, Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh tidak melanggar aturan karena telah tertuang dalam Qanun Pemerintah Aceh. “Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh telah dirumuskan secara yuridis melalui Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2000 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja MPU Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Peraturan Daerah nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam” tegasnya.

BEM juga mempermasalahkan pernyataan Kemendagri terkait pembatasan Peraturan Daerah Aceh terkait perihal ini. “Jelas bahwa kewenangan Mendagri untuk membatalkan perda adalah rechtspolitiek (politik hukum) pemerintah pusat untuk semakin mencengkeram leher manajemen lokal. Seharusnya, yang harus dilakukan adalah me-revisi peraturan daerah ini membuat pemerintahan pusat supaya mampu memfasilitasi dan mengawal desentralisasi hingga tujuan utamanya tercapai”.

Menurut mereka, persoalan dari revisi ini menyangkut kewenangan pembatalan perda oleh Mendagri hanya akan menimbulkan komplikasi yuridis. Kewenangan membatalkan perda, berada dalam domain judicial review di Mahkamah Agung (MA). Oleh karena itu, mereka menolak peraturan Kemendagri terkait pembatasan jam malam dan juga pembatasan wajib jilbab di Aceh.

Melalui Kementrian POLHUKAM, berikut pernyataan sikap BEM Unsyiah terhadap pemangkasan aturan wajib jilbab:

  1. Hargai keistimewaan Aceh dalam melaksanakan syariat islam.
  2. Memberikan kewenangan bagi Aceh dalam menjalankan hal dan mengecam Mendagri dalam upaya pelemahan dan pengurangan ke khususan Aceh karena peradilan syari’at islam di Aceh adalah bagian dari sistem peradilan nasional dalam lingkungan peradilan agama yang dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yang bebas dari pengaruh pihak manapun.

(Jo)