Darussalam – Masa remaja merupakan fase transisi dimana terjadi transformasi secara fisik dan psikologis, menandai pergeseran dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perubahan psikologis pada remaja melibatkan aspek intelektual, kehidupan emosi, dan interaksi sosial. Istilah remaja berasal dari bahasa Latin adolesce yang mengandung makna proses pertumbuhan atau berkembang menjadi dewasa. Adolensence mencakup aspek lebih luas, melibatkan kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Santroock (2003), mengungkapkan bahwa “masa remaja merupakan periode di mana individu mengalami perkembangan psikologis dan proses identifikasi yang mengubahnya dari seorang kanak-kanak menjadi dewasa.”
“Perilaku sosial adalah segala hal yang kita lakukan yang melibatkan orang lain. Ini bisa termasuk aktivitas atau tindakan yang berhubungan dengan orang lain dan memerlukan kita belajar cara bersikap yang dapat diterima, memahami peran sosial, dan berusaha memiliki sikap sosial yang baik di mata orang lain” (Susanto, 2011). Perubahan perilaku sosial seringkali paling terlihat pada masa anak-anak, banyak orang tua yang aware bahwa hubungan antara perilaku sosial dan pengaruh pola asuh dalam keluarga sangat erat. Pola pengasuhan adalah strategi yang diterapkan oleh orang tua dalam membimbing anak, yang memiliki potensi untuk memengaruhi perkembangan anak, termasuk dalam membentuk perilaku sosialnya.
“Salah satu jenis pola asuh yang paling populer adalah pola asuh otoriter atau Authoritative Parenting, yaitu metode pengasuhan yang didasarkan pada norma – norma yang berlaku dan mendorong anak untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan kehendak orang tua” (Hurlock, 1999). Pada pola asuh ini, orang tua cenderung membatasi yang dimana orang tua menekankan ketaatan akan perintah mereka tanpa memberikan banyak kesempatan pada anak untuk dapat bicara, remaja yang mendapat pola asuh otoriter seringkali mengalami keterbatasan dalam mengembangkan keterampilan sosial.
Saat ini pola asuh otoriter lebih di kenal dengan istilah strict parents yang disusun dari kata strict yang artinya ketat dan parents yaitu orang tua, dapat diartikan sebagai orang tua yang tegas. Lebih jelasnya, strict parents adalah kondisi di mana pengasuh sering menetapkan standar yang tinggi dan memberikan dorongan kuat, bahkan bersifat menuntut terhadap anaknya. Fenomena strict parents banyak terlihat di kalangan remaja atau saat terjadi perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada periode ini, anak sedang mengalami proses pertumbuhan dan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya.
Pola asuh otoriter memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan perilaku sosial remaja, beberapa contoh dampak yang dapat terlihat melibatkan kemandirian, keterampilan dalam berkomunikasi, dan kemampuan bersosialisasi.
- Kemandirian dan pengambilan keputusan
Pola asuh otoriter biasanya cenderung menghambat kemandirian pada remaja, anak anak dalam lingkungan otoriter mungkin kurang memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi keterampilan pengambilan keputusan karena memiliki sedikit kesempatan untuk mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan, karena keputusan sering diambil oleh orang tua, sehingga biasanya anak yang mendapat pola asuh otoriter tingkat kemandiriannya lebih rendah dibandingkan anak yang mendapat pola asuh lainnya.
2. Keterampilan berkomunikasi
Berbicara merupakan hal yang sangat penting bagi remaja, baik dalam berkomunikasi dengan teman, pasangan, atau orang lain. Namun, anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter mungkin akan menghadapi kesulitan dalam mengembangkan keterampilan berkomunikasi atau hubungan interpersonal yang sehat. Kebiasaan menerima pola asuh otoriter dapat membuat mereka kesulitan untuk menyatakan diri dan memengaruhi kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain. Di masa remaja, interaksi dengan teman atau lingkungan sosial menjadi hal yang umum, dan jika remaja memiliki keterampilan berkomunikasi yang kurang, ini akan membuat mereka kesulitan dalam bersosialisasi.
3. Rendahnya kemampuan bersosialisasi
Anak remaja yang mendapat pola asuh otoriter biasanya cenderung akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, karena biasanya anak cenderung tidak percaya diri, kurang mandiri, sulit mengatasi konflik, dan pegendalian emosi yang rendah membuat remaja yang mendapat pola asuh otoriter dari orang tuanya sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan hal hal seperti ini dapat mempengaruhi kemampuan bersosialisasi anak ataupun remaja.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penting bagi orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter untuk memahami dampak negatifnya terhadap perilaku sosial remaja. Pola asuh otoriter sangat berpengaruh banyak terhadap kehidupan anak, orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter berdampak pada perilaku sosial remaja, dimana terdapat banyak pengaruh buruk terhadap perilaku sosial remaja, karena berbagai batasan dan aturan yang ditetapkan pengasuh membuat rendahnya faktor-faktor yang harusnya bisa menunjang perilaku sosial anak menjadi lebih baik lagi.
Agar dampak negatif pada pola asuh otoriter berkurang, dan untuk memaksimalkan dampak positifnya, orang tua perlu menciptakan lingkungan yang mendukung untuk anak dapat berekspresi dan berkembang, menerapkan pendekatan asuh yang lebih mendukung dan melibatkan serta menciptakan ruang untuk remaja berbicara dan mengutarakan pendapat, dan memberikan kepercayaan pada mereka untuk membuat keputusan dan belajar bertanggung jawab, hal tersebut juga turut berperan dalam memperkuat rasa kemandirian. Orang tua juga harus aktif mendukung kegiatan sosial, orang tua yang memfasilitasi interaksi anak dengan teman juga dapat membantu remaja mengembangkan keterampilan sosial yang positif. Dengan demikian, diharapkan remaja dapat tumbuh sebagai individu yang lebih percaya diri dan mampu berinteraksi dan bersosialisasi secara sehat dalam lingkungan sosial mereka.
(Mahasiswa Fakultas Kedokteran USK/Fawwas Aufa Jon Putra)
Editor : Yulisma Mahbengi