Darussalam – Hadirnya Internasional Business and Economic Forum Association (IBEFA) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB USK) dan wacana internasionalisasi kegiatannya memicu lahirnya banyak spekulasi, khalayak tak hentinya menganggap IBEFA sebagai himpunan baru dan mempertanyakan kedudukannya di lingkup FEB USK. Rentetan pertanyaan muncul seperti eksklusivitas IBEFA dengan sematan internasional di dalamnya akankah menimbulkan perbedaan kedudukan dengan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) lainnya?
Bersandarkan pada keputusan di secarik surat bertanda tangan rektorat, menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mahasiswa. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kemitraan FEB USK Bapak Dr. Abd. Jamal S.E.,M.Si mengatakan alasan mengapa IBEFA tidak dapat disebut sebagai himpunan adalah karena IBEFA berdiri di bawah sebuah program multi-studi yang menggabungkan empat program studi untuk dijadikan suatu program dengan sebutan International Business and Economic Program (IBEP).
“Semacam sebuah forum, jadi bukan himpunan, karena di situ kan ada beberapa bidang makanya kita buat forum. Jadi mereka menjadi forum (yang) lebih besar, (yaitu) setingkat dengan himpunan tetapi ini kan gabungan,” penjelasan WD III FEB USK.
Pernyataan yang diberikan oleh WD III ini memberikan jawaban atas spekulasi yang selama ini mempertanyakan kedudukan IBEFA. Pernyataan setingkat dengan himpunan yang disampaikan oleh WD III dapat diartikan bagaimana IBEFA berperan layaknya himpunan, dapat melakukan berbagai kegiatan yang meningkatkan kemampuan dan mengkoordinasikan anggota yang tergabung untuk ikut berpartisipasi. Baik IBEFA maupun himpunan memiliki kesempatan dan kapabilitas yang sama untuk menjalankan suatu kegiatan, tidak ada pembatasan bagi keduanya.
Deretan pertanyaan mengenai pembatasan dan larangan mahasiswa Internasional Business and Economics Program (IBEP) untuk bergabung di himpunan sesuai masing-masing program studi juga menjadi salah satu pertanyaan. Dari awal, IBEP sendiri adalah suatu wadah bagi mahasiswa di FEB untuk dapat belajar secara internasional dengan tetap beridentitaskan prodi masing-masing, sehingga tidak ada pembatasan atau larangan mahasiswa IBEP untuk bergabung di masing-masing himpunan. Fakultas sendiri menyatakan tidak ada istilah anak tiri dalam pendanaan ormawa, seluruh ormawa didanai oleh fakultas meskipun tidak menutupi semua kebutuhan.
WD III menjelaskan dan menegaskan bahwa pola kegiatan harus dirubah perlahan, ormawa kini harus lebih aktif, kreatif dan informatif dalam membuat dan mengemas kegiatan. Menjadi lebih fokus untuk kegiatan di lingkup nasional dan internasional daripada berkutat pada kegiatan lokal, hal ini tidak hanya berlaku pada IBEFA, namun untuk seluruh ormawa agar dapat berjalan lebih jauh, jika selama ini kegiatan lokal menjadi fokus inti, maka sekarang nasional dan internasional harus menjadi alih tujuan organisasi.
“Sekarang kami mau yang nasional dan internasional, kalau yang lokal itu iseng-iseng saja untuk tambahan. IBEP dalam hal ini turunnya ke IBEFA memang targetnya internasional, tidak ada lokal, mengapa tidak? Kalau himpunan lain mereka punya kegiatan internasional, kan, lebih bagus, tidak berarti itu bersaing, tapi bersanding jadinya,” tutur WD III.
Keinginan dari WD III ini menyisakan keresahan tersendiri, dapat dikatakan tidak semua ormawa mampu menjalankan kegiatan berskala nasional maupun internasional dikarenakan kompleksnya persiapan, dan dibutuhkannya dukungan dari banyak pihak. Keinginan WD III ini terbilang cukup optimis dan membangkitkan semangat para ormawa untuk bisa menjalankan kegiatan-kegiatan berskala besar. Namun apakah hanya ini semata –mata yang dikejar dalam berorganisasi?
Hadirnya IBEFA diharapkan dapat bersinergi dengan ormawa lain hingga tidak menimbulkan spekulasi bahwa IBEFA sebagai buah dari otoriterisme yang mempunyai privilege tersendiri karena wacana internasionalisasinya. Internasionalisasi memang menggugah namun jangan sampai hal ini mematikan idealisme dalam berorganisasi, bahwa yang dikejar semata-mata hanya hasil akhir dan citra baik. Hingga akhirnya mengesampingkan substansi dari penyelenggaraan kegiatan yang diharapkan mampu menghidupkan kreativitas mahasiswa terlepas itu mampu dilaksanakan secara nasional maupun internasional. Sejatinya ini juga menjadi buah pertimbangan bahwa kita tidak bisa mengesampingkan kontribusi untuk daerah sendiri dengan hanya mengejar eksistensi di ranah yang lebih besar.
(Perspektif/ Dea & Yulisma)
Editor : Dinda