Berita

Kolaborasi Lintas Sektor Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Pasca Pandemi

×

Kolaborasi Lintas Sektor Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Pasca Pandemi

Sebarkan artikel ini

DarussalamPembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah  pembangunan yang bisa memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi tidak akan mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka. Artinya ini sudah lintas generasi yang juga berarti bahwa situasi ini akan dihadapi ke depannya.

Masalah – masalah yang semakin kompleks saat ini, di antaranya :

1. Ketidakpastian ekonomi global
2. Akselerasi ekonomi digital
3. Bagaimana kehidupan kita di era new normal pasca pandemi
4. isu perubahan iklim.

Di masa pandemi, sektor kesehatan punya dampak terhadap sektor keuangan dan perekonomian secara umum, oleh karena itu kolaborasi itu sangat penting. Karena isu di masa mendatang tidak lagi bisa memisahkan mana yang harus ditanggani secara terpisah. Sektor-sektor yang saling terkait tersebut yakni sektor riil, sektor keuangan, sektor fiskal, sektor moneter dan sektor eksternal.

Di masa pandemi atau krisis yang bersifat multidimensi ini, di mana sebelumnya sektor-sektor tersebut mempunyai tugas masing-masing, sekarang kolaborasi di antara sektor tersebut sangat dibutuhkan. Salah satunya kolaborasi di KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) untuk sektor keuangan, terdiri dariKementerian Keuangan, LPS, OJK, dan Bank Indonesiamenghasilkan beberapa terobosan dan inovasi yang dilakukan dengan tujuan mendorong kondisi perekonomian,yaitu :

1. Menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan
2. Menjaga keseimbangan faktor internal dan eksternal

Faktor eksternal penting untuk kita jaga sehingga koordinasi melalui forum KSSK dan BI dalam konteks menjaga demand side tidak bisa dilakukan sendirian sehingga harus berkolaborasi dengan tim pengendalian inflasi nasional dan tim pengendalian inflasi daerah.

Di masa pandemi ini, bukan lagi koordinasi yang diperlukan tetapi kolaborasi. Jadi kolaborasi tidak hanya mengandalkan kekuatan masing-masing institusi, tapi bagaimana kolaborasi yang bisa menghasilkan suatu kekuatan baru yang hanya bisa dihasilkan dengan berkolaborasi.

Dalam sektor keuangan, kita bisa melihat bagaimana upaya Bank Indonesia untuk melakukan injeksi likuiditas dengan beberapa ketentuan,yaitu :

1. Kebijakan makro prudensial yang lebih akomodatif
2. Penurunan dari down payment untuk penyaluran kredit
3. Makro prudensial intermedition rasio

Oleh karena itu kolaborasi dalam sektor keuangan sangat dibutuhkan untuk bisa meyakini bahwa stabilitas keuangan bisa terjaga dengan baik.

Berikut bagaimana sektor riil berkolaborasi dengan sektor keuangan

Lembaga keuangan saat ini sudah cukup hadir, salah satunya adalah LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) di Kementerian Keuangan yang memberikan support program yaitu bantuan modal untuk para eksportir di mana ketika pelaku eksportir mendapat pembayaran, saat ini sudah ada kemudahan yaitu cukup memberikan anggunan sebesar 30 % dari total nilai invoice. Hal ini membuat geliat para pelaku usaha lebih kencang, yang tadinya harus memberikan anggunan sekitar sampai 100% saat ini sudah diturunkan dengan baik oleh LPEI.
PT. Nusa Berdaya  yang membantu temanteman yang ada di desa untuk bisa memasarkan produk mereka ke international,7 tahun lalu perusaahan sangat kesusahan dalam rangka bisa bekerja sama dengan masyarakat di desa. Tetapi selama 4 tahun terakhir dari beberapa sektor mulai terbuka dalam memberikan informasi dalam kaitannya dengan sifatnya kolaborasi dan menyampaikan interest serta kepentingan mereka masing-masing.  

Dengan adanya pandemi, digitalisasi membuka akses pada banyak orang untuk berbisnis. Ketika internet sudah banyak dipakai, seharusnya disediakan dan menjadi barang publik, dan diharapkan bisa berkolaborasi antara pemerintah provinsi dan telekemunikasi. Jadi bisa membantu perusahanperusahaan lain untuk berinovasi di bidang ekspor.

Digitalisasi ini membuka banyak peluang tetapi juga membuka banyak potensi resiko. Jika kita tidak pintar dalam mengimbangi inovasi dan potensial resiko, maka kita tidak bisa optimal dalam pemamfaatannya. Contohnya, jika ingin membawa UMKM bisa bersaing di platform digital, bukan hanya memberi akses internet tetapi juga memberikan penguatan kelembagaan bagaimana bisa membawa UMKM menjadi bagian dari global value change. Adanya kesenjangan teknologi di kota besar dan kecil. Tidak bisa dipungkiri, akses –akses yang ada di daerah berbeda jauh dengan akses–akses yang ada di kota. Tapi dengan kehadiran teknologi seperti BPS, perangkat-perangkat, dan program dari beberapa sektor yang dihadirkan untuk masyarakat di desa berkaitan dengan digitalisasi sudah sangat membantu.

Untuk meningkatkan kondisi masyarakat, peran swasta menjadi besar dan harus berkolaborasi dengan pemerintah untuk memastikan bahwa apa yang ingin dicapai adalah satu tujuan yang sama. Namun, dari hal tersebut terdapat beberapa resiko yang berakibat dari kolaborasi, yaitu :

1. Sisi efisiensi dan efektivitas

Bagaimana masing-masing individu meyakini bahwa apa yang diyakini dan apa yang dikolaborasikan itu akan memberikan manfaat optimal sehingga perhitungan dari potensi resiko dan mitigasi resiko perlu dilakukan.

2. Sisi tata kelola

Dalam kolaborasi lintas institusi, perlu dilihat apakah sesuai dengan wewenangnya. Dan kalaupun dilakukan kolaborasi yang menghasilkan inovasi baru, hal ini juga perlu diperkuat dengan penguatan UU. Contohnya, saat BI menangani Covid-19 dengan membeli surat berharga di pasar perdana yang mana itu bertentangan dengan undang-undang. Sehingga dibuat UU No.2 Tahun 2020 dan juga ada beberapa aturan pemerintah yang dibuat bisa menanungi bahwa yang dilakukan oleh LPS, OJK, dan Kementerian Keuangan dilakukan secara tata kelola.

Jadi, pembangunan berkelanjutan jelas adalah tanggung jawab bersama karna tidak hanya memenuhi kebutuhan generasi sekarang tapi juga generasi ke depan. Walaupun semua sektor sudah memupunyai peran sendiri, tapi kolaborasi sangat penting. Karena tantangan ke depan semakin kompleks. Sifat yang statis seperti fiodalisme di kampus harus dihilangkan, jika tetap dipertahankan maka kampus tidak bisa menjadi katalisator bagi kemajuan sektor-sektor ekonomi. Diharapkan kampus harus lebih maju agar bisa menemukan teknologi alternatif yang bisa digunakan 10 tahun ke depan.