BeritaKampusOpini

Menilik Objektivitas Dosen dalam Memberikan Nilai

×

Menilik Objektivitas Dosen dalam Memberikan Nilai

Sebarkan artikel ini

Darussalam – Penilaian objektif adalah sebuah penilaian yang dilakukan dengan mempertimbangkan data dan fakta yang ada tanpa dipengaruhi opini, prasangka dan emosi pribadi. Sebaliknya, penilaian subjektif adalah sikap yang mengacu kepada asumsi, membuat interpretasi berdasarkan pendapat pribadi tanpa fakta yang dapat diverifikasi.

Dalam perkuliahan dosenlah yang menjadi penilai atas kinerja mahasiswa di kelas, dan dosen harus memberikan nilai kepada mahasiswa secara objektif berdasarkan data absensi perkuliahan, keaktifan dalam kelas, perilaku, nilai tugas, kuis dan ujian. Namun, yang menjadi pertanyaannya apakah dosen sudah memberikan nilai secara adil dan objektif berdasarkan kriteria penilaian yang semestinya?

Tak jarang terdengar masih banyak mahasiswa yang merasa kecewa akibat ketidakadilan dosen dalam memberikan nilai, bahkan ada yang mengeluhkan dosen memberi nilai berdasarkan suasana hatinya. Terjadinya ketidakadilan terkait hal ini, mahasiswa merasa perlu adanya konsultasi dan transparansi. Tetapi, masih banyak pula dosen yang mengabaikan permintaan tersebut, terlebih ada beberapa dosen yang menyatakan akan mengurangi nilai mahasiswa apabila ada yang komplain terkait hal tersebut.

Sepatutnya dalam menilai dosen haruslah objektif dan adil, penilaian yang objektif dapat memberikan informasi yang tepat terkait kemajuan belajar peserta didik serta menjadi bahan riset untuk melakukan evaluasi proses mengajar. Sebaliknya, penilaian yang sembrono hanya akan mengandaskan kualitas pendidikan, tidak dapat dimanfaatkan untuk perbaikan program dan kegiatan pembelajaran, maupun digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan terbaik seperti kelulusan pada jenjang pendidikan.

Melalui wawancara bersama salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK) pada Selasa (26/09/2023) ia berpendapat bahwa tidak ada masalah pada dosen yang memberikan penilaian secara subjektif pada mahasiswa. Namun, harus tetap diimbangi dengan penilaian objektif berdasarkan apa yang telah dikerjakan oleh mahasiswa bukan berdasarkan asumsi semata.

“Terkadang sebagian mahasiswa memang memiliki beberapa kendala selama perkuliahan berlangsung. Namun, tak jarang dosen langsung berasumsi bahwa itu hanya lah alasan mahasiswa saja sehingga para dosen tak segan-segan memberikan penilaian yang kurang baik pada mahasiswa tanpa adanya fakta yang mendukung,” ujarnya.

Dari wawancara tersebut tentunya ia sangat berharap nantinya para dosen yang masih kerap melakukan penilaian subjektif dan berlebihan kepada mahasiswa agar dapat menyeimbangkannya dengan penilaian objektif berdasarkan kriteria penilaian pada umumnya.

Berbicara tentang subjektivitas, salah satu mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK berinisial AN mengatakan pernah menghadapi dosen yang memberikan nilai berdasarkan gender, mahasiswi akan lebih diutamakan dalam segala hal, baik yang berperan sebagai perwakilan kelas, maupun dalam memberikan bobot nilai. Perihal ini ia akui melalui wawancara pada jumat (29/09/2023).

Berdasarkan wawancara tersebut AN merasa pemberian nilai berdasarkan gender adalah hal yang tidak pantas, selain menimbulkan kecemburuan sosial hal itu juga dapat mematahkan semangat mahasiswa yang sudah bekerja keras untuk mendapatkan nilai baik di perkuliahan hanya karena sikap penilaian dosen yang hanya berpihak pada gender tertentu.

Di lain sisi, salah satu dosen Program Studi Manajemen Bapak Burhanis Sulthan DM, S.T, M.M, saat ditemui oleh Tim LPM Perspektif pada Kamis (28/09/2023) mengungkapkan bahwa sesungguhnya dosen selalu memberikan penilaian kepada mahasiswa berdasarkan pengamatannya selama masa perkuliahan berlangsung. Terlebih lagi, dosen kerap sudah menyampaikan kontrak kuliah yang disetujui oleh mahasiswa sejak awal pertemuan.

“Seperti yang kita tahu pasti di awal perkuliahan dosen sudah menjelaskan tentang kontrak kuliah dan aspek yang dinilai selama proses belajar mengajar berlangsung seperti poin tugas 40%, UTS 30%, UAS 30% dan setiap tugas yang diberikan pasti ada bobotnya masing-masing,” jelas beliau.

“Kebanyakan mahasiswa sekarang memberikan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap nilai mereka, tanpa mereka sadari bahwa terkadang kemampuan mereka belum mencukupi untuk itu dan bagi saya adab itu diatas ilmu, jadi walaupun pintar tapi jika kurang beradab maka ada penilaian tersendiri nantinya dari dosen,” tambahnya memberikan tanggapan mengenai mahasiswa yang merasa kurang puas terhadap nilai akhir yang diperolehnya karena merasa sudah aktif dan maksimal selama perkuliahan.

Dalam wawancara tersebut turut membahas tentang adanya beberapa dosen yang enggan atau bahkan merasa tersinggung jika ada mahasiswa yang komplain dan meminta transparansi nilai. Namun, lagi-lagi dengan tenang Pak Sulthan memberikan jawaban  bahwa beliau malah sangat senang jika ada mahasiswa yang ingin menyanggah nilai atau meminta transparansi nilai kepada beliau. Bahkan tanpa ragu-ragu beliau sering menawarkan kertas tugas dan ujian untuk dikembalikan kepada mahasiswa namun kerap ditolak oleh mahasiswa.

“Ini kertas ujiannya mau diambil kembali atau tidak? Tapi jawaban mereka selalu tidak. Padahal saya berharapnya mereka melihat sendiri dengan jelas berapa nilai yang mereka dapatkan agar tidak berekspektasi terlalu tinggi nantinya terhadap nilai akhir,” tutur beliau.

Dari dua sudut pandang ini, mahasiswa dan dosen ternyata memiliki asumsinya masing-masing terhadap penilaian selama perkuliahan berlangsung. Sebagai seorang mahasiswa-mahasiswi sudah menjadi kewajiban untuk mengikuti setiap regulasi dan mekanisme dari setiap dosen di kelas. Begitupun dosen selaku orang yang sangat dihormati oleh para mahasiswa juga sudah seharusnya untuk memberikan transparansi tentang bagaimana sistem penilaian selama perkuliahan. Oleh karenanya, hal seperti ini sangat perlu diluruskan agar tidak menjadi abu-abu dan menyebabkan adanya pihak-pihak yang merasa dikecewakan maupun dirugikan.

 

(Perspektif/Al & Rifa)

Desain: Naflatul Fatin

Editor : Dinda