Darussalam- Dewasa ini, gaya hidup menjadi hal yang lazim diperhatikan oleh berbagai kalangan, terutama bagi mahasiswa. Seakan menjadi asupan pokok, gaya hidup kini seperti hal yang patut dipertimbangkan. Sebagai generasi milenial, tentunya mayoritas mahasiswa semakin berpacu dengan perkembangan zaman, terlebih lagi mengenai penampilan untuk menunjang kegiatan perkuliahan. Kurang lengkap rasanya jika topik tentang mahasiswa tak melibatkan bahasan gaya hidupnya. Seperti halnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala. Namun yang menarik adalah munculnya beberapa pandangan yang seolah menyatakan bahwa kehidupan mahasiswa FEB terlihat “highclass”.
Lifestyle mahasiswa ekonomi dapat dikatakan sudah menjadi bahan perbincangan bagi kaum internal maupun eksternal. Entah apa kiranya yang menjadi latar belakang timbulnya pemikiran semacam ini. Atau mungkin karena embel-embel kata “ekonomi” yang melekat pada fakultas yang juga disebut kampus kuning ini? ‘Aneuk Ekonomi’ panggilan akrabnya, dikenal sebagai mahasiswa yang memiliki segala macam barang mewah dan terlabel sering bersentuhan dengan fashion yang glamour. Bukan hal yang awam lagi khususnya di lingkungan FEB sendiri melihat berjejeran kendaraan roda empat yang beranekaragam jenisnya baik atas kepemilikan dosen, karyawan bahkan rentetan kendaraan mahasiswa FEB juga tak kalah bervariasi. Tak hanya dilihat dari segi itu, sisi lain juga cukup kentara misal dari pakaian fashionable yang dikenakan oleh kebanyakan mahasiswa kampus kuning.
“Bisa dilihat dari segi berpakaian ya, tapi memang pakaian tidak dapat dijadikan alat ukur, namun disini seperti ada perbedaan kelas, hal tersebut memang biasa di setiap kampus, hanya saja di ekonomi ini lebih terlihat berbagai macam fashion, tapi itu tidak salah karena merupakan hak setiap orang. Terkadang ada keinginan ingin ikut berpenampilan seperti itu pastinya, seperti ada dorongan” tutur Ghina Zulkarnaen, salah satu mahasiswa baru Prodi Akuntansi.
Sependapat dengan Ghina, salah satu mahasiswa baru lainnya juga mengungkapkan hal yang sama. Rihadatul, mahasiswa jurusan Manajemen ini turut merasakan sempat ingin mengikuti tampilan seperti itu tetapi dibaliknya mengingatkan kembali bahwa setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda, mungkin bagi sebahagian orang yang mengenakan pakaian atau barang mewah tersebut nyaman, dan ada pula yang tidak.
Mungkin bisa jadi tanpa disadari saat melihat langsung dan berdekatan dalam kondisi gaya hidup yang high, timbul hasrat yang mendorong seseorang untuk menjadi seperti itu baik dalam segi pakaian sehari-hari ataupun dari aksesoris dan barang branded yang dikenakan seperti menggunakan smartphone dengan merek ternama.
Pendapat lain juga dilontarkan oleh Muslindawaty, mahasiswa Manajemen yang saat ini sudah menjadi Alumni FEB Unsyiah. Menurutnya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis memang sejak dulu sudah dikenal dengan image “highclass”, dikarenakan tercermin dari satu orang maka yang lainnya ikut terpengaruh dan terbawa arus.
Bagaikan menjadi tradisi yang turun-temurun, anggapan terhadap gaya hidup mahasiswa FEB yang “highclass” seperti sudah melekat bagi mata yang memandang. Terlepas dari hal tersebut, kembali lagi kepada masing-masing individu dalam menyikapi hal seperti ini. Setiap orang tentu boleh memilih gaya hidupnya sendiri sesuai dengan kebutuhan dan apa yang diinginkan. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah efek positif dan negatif yang mungkin bisa saja muncul dari penerepan gaya hidup yang dipilih. (Za, Jihan)