
Darussalam – Mulai merebak di akhir tahun 2019, virus corona jadi pandemi mengerikan yang tidak bisa disepelekan. Tercatat, Indonesia menjadi salah satu negara yang ikutterjangkit virus ini sejak tanggal 2 Maret lalu. Hingga 26 Maret 2020, terhitung 893 orang didiagnosa positif, 35 orang sembuh, serta 78 orang meninggal akibat virus yang disinyalir merupakan kerabat dari virus SARS ini.
Menindaki hal ini, upaya Pemerintah dalam ranah pendidikan pun tak bisa dihiraukan. Sejak 17 Maret lalu, himbauan untuk melaksanakan kegiatan ajar melalui metode selain tatap muka pun langsung digalakkan. Senada dengan hal tersebut, melalui Surat Edaran Nomor B/1491/UN11/KP.11.00/2020, Rektor Unsyiah juga menghimbau untuk menggalakkan hal serupa.
Sependapat dengan kebijakan penerapan kelas tanpa tatap muka langsung, salah satu mahasiswi teknik perwilayahan kota bernama Kyasatina, menyampaikan bahwa tindakan yang diambil pihak kampus sudah benar. Tambahnya, setiap individu memang perlu dihindarkan dari keadaan yang ramai, mengingat setiap kelas pasti diisi oleh 30-40 orang yang tanpa kita sadari dari interaksi tersebut bisa menyebarkan virus.
Setelah kebijakan tersebut digalakkan, sayangnya ke-efektif-an sistem ajar tanpa tatap muka dipertanyakan. Dalam penerapannya, segelintir dosen hanya memberikan tugas tanpa pemaparan yang memadai.
“Beberapa dosen hanya memberikan tugas online saja. Itupun rasanya kurang wajar, padahal pihak kampus menyampaikan kuliah online ini diisi dengan pemaparan materi, diskusi, tanya jawab dan baru diakhiri dengan tugas,” Ujar Syarifah Khairunnisa, Mahasiswa Fakultas Pertanian Unsyiah.
Senada dengan Syarifah, Ratu yang merupakan mahasiswa Kedokteran Unsyiah juga mengalami kesulitan. Sebagai Mahasiswa Kedokteran, kuliah praktikum merupakan hal yang utama. Sayang, karena peniadaan kelas tatap muka praktikum pun tidak bisa dimaksimalkan.
“Kuliah praktikum ini digantikan dengan berdiskusi melalui videocall atau membaca slide yang dikirimkan oleh dosen, tentu ini sangat tidak efektif karena kami sebagai mahasiswa tidak dapat mencoba langsung apalagi kami masih berada di skill dasar yang tentu harus memiliki effort lebih dalam memahami mata kuliah ini,akan tetapi praktikum ini tetap dijalankan hanya saja metode pembelajarannya melalui video. Dan tentu ini menjadi kesulitan saat diberlakukannya kuliah online. Harapannya kuliah online ini hanya berlangsung 2 minggu saja,karena ini cukup menyulitkan,walaupun dirumah lebih banyak waktu istirahat tapi ini tidak efektif,”Tegas Ratu.
Berbanding terbalik dengan apa yang Ratu alami. Rosi Safriana, Mahasiswi Biologi FMIPA ini harus merasakan kuliah tanpa praktikum di laboratorium. Padahal, praktikum merupakan bagian terpenting dalam program studi yang kini tengah ia tempuh.
“Karena hal ini, praktikum dikosongin. Nah, karena kosong jadi masih mengganjal kedepannya. Jadi nanti kedepannya kami gatau bakal ngulang semester atau dipadatkan di semester selanjutnya. Sampai saat ini memang belum kebijakan dari dekanan, tapi semoga apapun yang keluar hasilnya yang terbaik buat kami,” Terang Rosi dengan penuh pengharapan.
Ada juga dosen yang tidak memberikan kabar mengenai kejelasan perihal mata kuliah tersebut, dan yang terjadi justru kelas diliburkan tanpa kepastian.
Kini, hampir dua pekan kuliah tanpa tatap muka diselenggarakan. Lika-liku proses yang membingungkan masih saja menghantui mahasiswa. Tugas yang menumpuk tanpa penjelasan dahulu, praktikum yang jauh dari kata memadai, serta ketidakefektifan kuliah yang kian dirasakan adalah segelintir keresahan yang nyatanya tidak bisa dinafikan.
Kedepan, semoga kebijakan yang dirilis pihak kampus makin mantap dan jelas prosedurnya, supaya keresahan dan kekhawatiran mahasiswa dapat terobati tanpa menimbulkan tanya berpanjangan. (Jamal & Jihan/Perspektif)