Darussalam – Pemilu (pemilihan umum) memainkan peran penting dalam demokrasi karena memberikan kesempatan bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam proses politik dengan cara yang sah dan terstruktur. Pemilu di Indonesia dilaksanakan dalam periode lima tahun sekali dan melibatkan seluruh rakyat negara mulai usia 17 tahun. Dalam perlibatan ini tentunya akan banyak menimbulkan tantangan, apalagi bagi pemilih baru yang harus teliti, cerdas, dan cermat dalam memilih wakil pemerintahan 5 tahun mendatang.
Mahasiswa sebagai insan intelektual penerus bangsa harus menjadi pemilih yang rasional guna menentukan pemimpin yang baik bagi masa depan Indonesia. Peran mahasiswa sangat penting dalam mengawasi dan mengikuti jalannya pemilu agar menciptakan pemilu yang bermartabat dan berintegritas.
Tahun politik 2024 merupakan tahun pertama bagi sebagian besar mahasiswa untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu 2024 mendatang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Dengan rincian data pemilih Provinsi Aceh sebanyak 3.749.037 pemilih yang disampaikan melalui Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional Pemilu Tahun 2024, di Gedung KPU, Minggu, 2 Juli 2023.
Menuju pesta demokrasi mendatang, tentunya akan riuh dengan kontestasi, persaingan, dan manuver dari berbagai partai politik serta elit politik untuk menaikkan citra dari masing-masing partai dan meraih dukungan masyarakat. Oleh sebab itu, mahasiswa penting meningkatkan literasi politik agar mengantisipasi isu-isu yang akan mencuat di media sosial. Dengan adanya pemahaman mengenai politik dan demokrasi mahasiswa diharapkan menjadi pionir yang cerdas dalam pemilihan mendatang.
Mahasiswa sebagai pemilih pemula harus mengenali pemimpin yang akan dipilih nantinya dengan melakukan pendekatan melalui media sosial, memahami visi misi yang dibawa apakah sejalan dengan kelangsungan Indonesia di masa depan atau tidak, menelusuri rekam jejak calon pemimpin dan pelajari kiprahnya dalam masyarakat.
Dalam kontestasi pemilu nanti akan berpotensi diwarnai dengan adanya Black Campaign dan penyebaran hoaks. Padahal hal tersebut jelas dilarang dilakukan, tetapi tetap akan ada isu-isu yang bertebaran yang akan mencederai kehidupan berdemokrasi Indonesia. Pemilih yang cermat harus dapat memilah informasi yang tersebar di media sosial dengan memastikan informasi tersebut bersumber dari lembaga yang kredibel.
Kesadaran kritis pun harus terus disemai pada platform digital karena media merupakan ruang publik yang terbuka dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, hanya saja tetap harus memperhatikan norma dan etika yang ada hingga tidak meruntuhkan batas-batas intelektualitas. Perusahaan Platform digital berusaha meraup keuntungan dari pesta demokrasi sehingga manakala terjadi pengelompokan audiens dalam jumlah banyak seperti halnya polarisasi massa politik, di sanalah platform digital akan menambang keuntungan tak peduli dalam konten bermuatan hoaks ataupun ujaran kebencian yang memecah belah masyarakat.
Apalagi jikalau peran media massa yang biasanya menyajikan berita-berita bedasarkan kaidah jurnalistik yang benar, saat pesta demokrasi nanti malah tidak dapat menjernihkan situasi dengan tidak bersikap netral dan keberpihakan yang mencolok. Untuk itu, waktu 5 menit saat di bilik kotak tempat pemilihan umum jangan sampai membunuh Indonesia 5 tahun yang akan datang.
Pemikiran pemuda diyakini dan dipercayai adalah penyambung lidah antara elit politik dan masyarakat. Tidak hanya sebagai pemilih, tapi juga ikut serta sebagai penyelenggara karena dari peran yang kecil bisa memberikan manfaat yang besar. Para pemuda diharapkan dapat terbebas atau keluar dari zona nyamannya dan ikut berperan menyuarakan haknya sebagai warga negara karena melalui suara yang mereka berikan akan berdampak besar bagi kelangsungan Bangsa Indonesia ke depannya.
(Perspektif/Nisa Ul-Rahmi & Nisfa Virly)
Desain: Habibul Rusydi
Editor : Dinda