Darussalam – Fenomena kenaikan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa di berbagai perguruan tinggi di Indonesia semakin mencolok dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah lulusan bergelar cumlaude meningkat tajam, memicu perdebatan soal apakah angka IPK yang tinggi benar-benar mencerminkan kualitas lulusan?
Dikutip dari Kompas.com (24 Oktober 2023), pengamat pendidikan Darmaningtyas menyebutkan bahwa kenaikan jumlah lulusan cumlaude tidak lepas dari sistem birokrasi dan akreditasi yang menilai kampus berdasarkan banyaknya mahasiswa ber IPK tinggi.
“Betul, sekarang ini lulusan yang cumlaude itu jauh lebih banyak daripada lulusan dengan IPK pas-pasan. Bukan semata kesalahan kampus, tetapi juga akibat dari sistem birokrasi,” ujar Darmaningtyas.
Peningkatan ini terjadi hampir di seluruh wilayah, baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Di beberapa kampus besar, persentase lulusan cumlaude bahkan mencapai lebih dari separuh total wisudawan. Data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) juga menunjukkan adanya kenaikan rata-rata IPK nasional dalam rentang 2021 hingga 2022.
Sejumlah pihak memandang fenomena ini sebagai signal positif atas kerja keras mahasiswa dan adaptasi sistem pendidikan tinggi terhadap tantangan zaman. Namun, tak sedikit pula yang mendorong adanya evaluasi menyeluruh agar inflasi IPK tidak menimbulkan persepsi keliru terhadap kualitas lulusan. Banyak mahasiswa yang merasa mendapat IPK tinggi tak selalu mencerminkan kemampuan sesungguhnya.
“Saya lulus dengan IPK 3.86, namun di dunia kerja, yang dinilai justru seberapa cepat kita beradaptasi dan mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada” ujar Reza, lulusan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Banda Aceh.
Beberapa mahasiswa juga mengaku merasakan tekanan dalam mempertahankan IPK. Tentunya hal ini membuat proses belajar jadi lebih terasa mengejar nilai ketimbang pemahaman terhadap materi secara mendalam.
Sebagai respons, beberapa kampus mulai memperketat penilaian tugas akhir dan ujian, sementara dunia industri mulai menilai lulusan tidak hanya berdasarkan IPK, tetapi juga kemampuan praktis dan portofolio. Kedepannya, sinergi antara dunia pendidikan dan industri menjadi signal penting untuk memastikan bahwa nilai akademik memang berjalan seiring dengan kompetensi nyata. Pendidikan tinggi tidak hanya perlu mencetak lulusan yang ber IPK tinggi, tetapi juga individu yang tentunya siap dalam menghadapi tantangan nyata di dunia kerja.
(Perspektif/ Intan Dwi Yanti & Ririn Andini)
Editor: Syawira Rahma Hidaya
 
									










