Darussalam – Pesatnya kemajuan teknologi merambat di semua bagian kehidupan manusia termasuk dalam bidang informasi. Perkembangan teknologi khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi membuat akses dan penyebaran informasi semakin cepat dan mudah. Namun, hal ini bagaikan pisau bermata dua. Ada banyak keuntungan yang kita dapatkan seperti kemudahan akses informasi dan menghemat waktu serta biaya. Namun di sisi lain, jika tidak dimanfaakan secara bijak bisa membawa dampak buruk misalnya kejahatan cyber, pornografi, renggangnya hubungan sosial di kehidupan nyata, hingga brainrot yang menjadi perbincangan hangat setahun belakangan.
Istilah brainrot telah menjadi perbincangan hangat di media sosial sejak tahun 2024 lalu yang dipopulerkan oleh Gen Z dan Gen Alpha. Brainrot juga dinobatkan oleh Oxford sebagai word of the year 2024 berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh 37.000 orang selama dua minggu. Penobatan brainrot sebagai word of the year dianggap sebagai bentuk kekhawatiran masyarakat terhadap penggunaan media sosial secara berlebihan.
Brainrot sendiri, secara harfiah diartikan sebagai pembusukan otak. Namun, dalam konteks era digital, brainrot merujuk pada suatu kondisi terjadinya penurunan fungsi kognitif dan mental seseorang akibat konsumsi konten-konten yang berkualitas rendah secara berlebihan.
Untuk mengenali apakah kita mulai mengalami brainrot, ada beberapa gejala yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Gejala-gejala tersebut di antaranya adalah mudah lupa bahkan hal-hal sederhana, kesulitan berkonsentrasi, dan menurunnya attention span.
Penyebab utama brainrot adalah paparan informasi/konsumsi konten-konten online berkualitas rendah, tidak informatif, dan repetitif secara berlebihan. Beberapa faktor utama yang memicu brainrot adalah:
- Konsumsi konten-konten di media sosial secara berlebihan
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia khususnya anak dan remaja. Media sosial bisa menjadi wadah untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dengan cara yang lebih menarik atau sekadar melepaskan stres. Namun jika tidak dibatasi, paparan informasi secara terus menerus tersebut akan mendatangkan dampak negatif terhadap manusia.
- Kurangnya akivitas fisik dan sosial
Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik dan sosial berhubungan erat dengan kesehatan mental. Aktivitas fisik dapat berfungsi sebagai intervensi yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.
Gejala-gejala tersebut, jika tidak dikenali dan segera diatasi, maka akan menimbulkan dampak yang lebih serius. Dampak-dampak tersebut di antaranya overstimulasi, stress parah, penurunan kemampuan pengambilan keputusan, dan penurunan kualitas tidur.
Untuk menghindari dampak-dampak buruk tersebut, ada beberapa hal yang bisa kita mulai biasakan yaitu dengan menggunakan sosial media dengan bijak, menyalurkan stres dengan sehat, dan melakukan digital detox.
(Perspektif/ Andyana Hafni)
Editor: Syawira Rahma Hidaya











