BeritaOpiniSuara Pembaca

Destinasi Kala Temu, Temu Jumpa Perpaduan Alam, Budaya, dan Kuliner

×

Destinasi Kala Temu, Temu Jumpa Perpaduan Alam, Budaya, dan Kuliner

Sebarkan artikel ini
By : Fauzan

Darussalam – Di dataran tinggi Aceh Tengah, tepatnya di Simpang Kelaping, Pegasing, berdiri sebuah destinasi yang kini ramai dibicarakan dan mencuri banyak perhatian wisatawan, yaitu Kala Temu. Tempat ini dikenal dengan tempat yang indah, asri, dan menawarkan suasana alam khas pegunungan.

Kala Temu resmi terbentuk pada Desember 2024 yang digagas oleh Asri Fahrijal, salah satu owner dari Tujuh Semeja, salah satu kafe popular di Takengon. Dalam perbincangan dengan Muhammad Hidayat Riski, Manajer Umum Kala Temu, ia menjelaskan bahwa Kala Temu berada di bawah naungan PT Lukup Badak Resort milik Usman Juli. PT Lukup Badak Resort menaungi tiga unit wisata berbeda: Kala Waeh (wisata arung jeram), Kala Temu (kafe & taman), dan Kala Nami (penginapan). Berada dalam satu naungan yang sama, mengunjungi Kala Temu memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk menikmati destinasi wisata lain yang berada dekat dengan kafe tersebut. Meski berada di bawah satu payung perusahaan, ketiganya dikelola dengan manajemen terpisah sesuai karakter masing-masing destinasi, dan Kala Temu sendiri dikelola oleh manajemen Tujuh Semeja. Nama Kala Temu lahir dari pertemuan antara pihak Tujuh Semeja dengan Usman Juli, sekaligus terinspirasi dari nama daerah setempat, yaitu Kala Nareh. “Kala” berarti waktu dan “Temu” berarti perjumpaan, menjadikannya simbol ruang temu antara manusia, alam, dan budaya.

Menurut Muhammad Hidayat Riski, ada tiga hal yang membuat Kala Temu berbeda dengan destinasi lain di Aceh Tengah. Pertama, lokasinya yang berada tepat di pinggir sungai, sehingga menghadirkan suasana alami yang menenangkan. Kedua, sajian makanan dan minuman yang tersedia di sini memiliki cita rasa khas karena dikelola dengan standar yang sama seperti Tujuh Semeja. Ketiga, terdapat taman luas yang menjadi nilai jual utama Kala Temu, tempat pengunjung bisa bersantai, dan berfoto. Selain itu, desain bangunan yang didominasi material kayu memberikan kesan klasik namun tetap hangat. Konsep estetika Kala Temu terlihat jelas dalam desain resort dan kafe yang memadukan gaya modern tropis dengan sentuhan budaya Gayo. Ornamen kayu, detail ukiran lokal, dan tata cahaya yang hangat membuat pengunjung merasa betah.

Dari sisi pemasaran, Kala Temu berhasil meraih perhatian sejak awal beroperasi. Menurut Riski, strategi promosi melalui media sosial Tujuh Semeja sangat efektif. Popularitas Tujuh Semeja di kalangan anak muda membuat Kala Temu langsung ramai pengunjung sejak pertama kali dibuka. Bahkan, pada awal tahun 2025, jumlah pengunjung perhari bisa tembus hingga enam ribu orang. Mayoritas pengunjung Kala Temu adalah anak muda dan wisatawan luar daerah yang datang untuk bersantai, berswafoto, atau sekadar menikmati suasana kafe di pinggir sungai.

Memang tak salah jika dikatakan Kala Temu bak Swiss versi Aceh. Dalam waktu singkat, Kala Temu berhasil mencuri perhatian dengan kuatnya nuansa alam dan panorama hamparan bunga beraneka warna dan jenis  yang menyejukkan mata. Iklim Aceh Tengah yang dingin membuat kombinasi yang cocok dan menghasilkan perpaduan indah ini.

Perawatan taman yang menjadi titik penting penjualan Kala Temu ini pun dirawat dengan telaten oleh pekerjanya.  Pengawasan taman juga dilakukan selama Kala Temu buka, mulai dari jam delapan pagi hingga tutup pada pukul sepuluh malam. Pengawasan dilakukan guna menjaga ketertiban pengunjung selama mengabadikan momen di taman. Mereka dilarang untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat merusak aset kafe, contohnya memetik tanaman. Sebagai tempat wisata yang baru terkenal, Kala Temu telah menerima pemesanan tempat untuk diadakan acara. Mereka juga terkadang bekerja sama dengan penginapan Kala Nami dalam mengadakan acara-acara besar seperti ulang tahun atau pun pernikahan, sesuai pesanan yang diminta. Dengan potensi serta kepopuleran kafe tersebut yang bertahan sampai saat ini, pihak manajemen Kala Temu berencana untuk memperluas kawasan wisata serta menambah menu baru dengan memfokuskan pada kuliner khas Gayo. Dengan pembaruan ini,  kapasitas pengunjung yang datang dalam sehari akan bertambah, begitu pula dengan pegawai-pegawai baru yang dipekerjakan. Kehadiran restoran sekaligus kafe ini akhir 2023 lalu terbukti berperan mengatasi masalah ketenagakerjaan di Takengon. Sebanyak 35 pegawai yang bekerja di Kala Temu sendiri kebanyakan berasal dari daerah setempat.

Bersama dengan maraknya pembukaan kafe-kafe dengan hasil yang sukses, semakin banyak pula anak-anak muda yang terinspirasi untuk ikut terjun merintis usaha. Mendengar hal ini, manajer Kala Temu itu memberi pesan singkat. “Jangan takut untuk mencoba hal baru,” ungkap Riski ketika ditanya pendapatnya perihal anak muda yang ingin mencoba peruntungan di dunia bisnis. Ia sendiri awalnya belajar di bidang yang sama sekali berbeda dari posisinya sekarang, yaitu pertanian. Rizki berharap kepada generasi muda agar dapat membuat terobosan baru dalam perwujudan cita-cita mereka.

(Perspektif/Achmadi &Mazaya)

Editor : Aisyah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *