Darussalam – Setiap tahun, pemerintah Indonesia membuka program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) untuk membantu siswa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Mahasiswa yang dinyatakan lolos program KIP-Kuliah akan mendapatkan biaya pendidikan gratis serta uang saku. Namun, pada program KIP-Kuliah tahun 2023, skema penyaluran bantuan mengalami perubahan signifikan.
Dilansir dari Pedoman Pendaftaran KIP Kuliah 2023, terdapat dua skema dalam penyaluran bantuan KIP Kuliah bagi calon mahasiswa. Bagi mahasiswa yang diterima dalam skema 1, mereka akan mendapatkan bantuan biaya pendidikan dan biaya hidup (uang saku) setiap semesternya. Sementara itu, bagi mahasiswa dalam skema 2, mereka hanya akan menerima bantuan biaya pendidikan tanpa uang saku.
Hal ini menimbulkan banyak kontra, terutama di kalangan penerima KIP-Kuliah skema 2. Mereka merasa pembagian skema tersebut tidak adil karena beberapa mahasiswa yang seharusnya tidak layak menerima KIP-Kuliah skema 1 ternyata terdaftar sebagai penerima.
“Saya mahasiswi perantau, biaya hidup di kota dengan kondisi saya yang sedang berkuliah tidak bisa dipenuhi oleh keluarga. Ketika melihat yang menerima skema 1 adalah mahasiswa yang ternyata mampu serta berasal dari daerahnya sendiri, saya merasa kecewa,” ujar SR, mahasiswi penerima skema 2 KIP-Kuliah di USK.
Banyak beasiswa, baik swasta maupun pemerintah, yang memberlakukan syarat tidak boleh diterima oleh mahasiswa yang sedang mendapatkan beasiswa lain. Hal ini menjadi dilema bagi para mahasiswa, di mana mereka hanya mendapatkan bantuan SPP tanpa uang saku, tetapi harus mendaftar beasiswa lain untuk menutupi biaya hidup.
“Inginnya mendaftar beasiswa lain agar uang saku terpenuhi, tetapi banyak beasiswa yang tidak menerima calon penerima yang sedang mendapatkan beasiswa lain atau serupa,” ungkap SR.
Mereka dihadapkan pada dua pilihan: melepas KIP-Kuliah atau bertahan dengan skema 2 KIP-Kuliah.
“Kami harus memilih antara melepas KIP-Kuliah lalu mendaftar beasiswa lain yang belum tentu kami diterima, atau bertahan dengan skema 2 yang entah kapan ada perubahannya,” tambahnya.
Para mahasiswa masih menunggu solusi agar mereka dapat mengisi posisi kosong di skema 1. “Ketika kami melakukan perpisahan asrama KIP-Kuliah USK, Kepala PUSLAPDIK (Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan) Bapak Dr. Abdul Kahar, M.Pd. mengatakan bahwa posisi kosong di skema 1 akan diisi oleh mahasiswa skema 2 yang berhak. Namun, sampai sekarang belum ada perubahan yang beliau janjikan,” tambah SR.
Mahasiswa berharap evaluasi menyeluruh terhadap pembagian antara skema 1 dan skema 2. Pembagian skema sebaiknya tidak hanya mempertimbangkan data administrasi, tetapi juga kondisi sosial dan ekonomi mahasiswa. Contohnya, mahasiswa perantau yang harus membayar biaya hidup tinggi seharusnya mendapatkan prioritas lebih dibandingkan mahasiswa yang tinggal di daerah asal dengan dukungan keluarga.
Evaluasi ini perlu melibatkan masukan dari berbagai pihak, termasuk mahasiswa penerima KIP-Kuliah, serta mempertimbangkan faktor biaya hidup di daerah tertentu dan kondisi sosial ekonomi mahasiswa.
(Perspektif/ Ririn, Nia)
Editor: Nyak Shafika