Darussalam – Kesehatan mental sekarang ini sudah cenderung menjadi isu yang banyak dibahas. Bahkan, kesehatan mental merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan. Bukan hanya memperhatikan diri kita sendiri sebagai individu, namun juga memperhatikan kesehatan mental orang lain. Mengapa demikian?
Jika kita melihat arti dari kata “mental” sendiri, itu merupakan suatu istilah yang menggambarkan suasana kejiwaan dan pola pikir yang pada akhirnya dapat mengubah segala perilaku dan tindakan. Di Indonesia sendiri, Menurut survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022, 1 dari 3 remaja Indonesia atau 15,5 juta remaja mengalami masalah kesehatan mental. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari lingkungan luar maupun lingkungan keluarga. Angka tersebut mengingatkan kita akan pentingnya mengatur kesehatan mental. Ada beberapa penyebab seseorang mengalami kerusakan mental, diantaranya yaitu :
Pertama, permasalahan keluarga. Konflik antara orang tua yang terjadi karena perceraian dan kurangnya komunikasi di dalam rumah tangga menjadi penyebab anak berpikir lebih sensitif. Dapat dibayangkan bagaimana perasaan seorang anak apabila ia melihat kejadian orang tuanya bertengkar bahkan beberapa dari itu sampai terjadi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Disisi lain, tidak jarang orang tua mengharapkan sesuatu kepada anaknya, namun kadang mereka terlalu memaksakan apa yang mereka harapkan, sehingga anak itu merasa tertekan dengan apa yang diharapkan tersebut. Banyak pula orang tua yang menganggap harapan itu adalah kewajiban yang harus dituruti oleh anaknya.
Kedua, tekanan sosial dan akademik. Tuntutan standar sosial dan ekspektasi tinggi dari orang sekitar untuk memiliki akademik serta kehidupan yang sukses cukup memicu kerusakan mental. Selain itu, Media sosial juga menjadi salah satu penyebab gangguan mental, karena dapat menimbulkan bahan perbandingan diri sendiri dengan orang lain. Lebih lagi terjadi pada suatu keadaan dimana seseorang mengalami masalah keuangan. Terkadang kita tidak menyadari kondisi finansial sendiri, tetapi tetap memaksakan diri untuk berperilaku konsumtif mengikuti trend di media sosial. Terdapat sebanyak 41% pelajar di dunia melaporkan bahwa mereka merasa stress berlebihan karena tuntutan akademik menurut data dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Dan juga dijelaskan didalam sebuah study bahwa World Economic Forum menunjukkan bahwa 65% pekerjaan di masa depan memerlukan keterampilan yang saat ini belum diajarkan secara luas, sehingga kesiapan mental dan adaptabilitas menjadi krusial.
Ketiga, adanya krisis identitas dalam tujuan hidup. Hal ini didasari oleh tidak adanya pemahaman yang cukup tentang jati diri kita dan tidak adanya keyakinan ketuhanan yang bisa membuat kita paham akan takdir. Siapa aku?, mengapa aku bisa sampai di titik ini?, Seberapa beruntungnya aku?, pertanyaan semacam itu seharusnya sudah kita pertanyakan di dalam diri kita agar kita tahu tentang segala kelebihan yang Tuhan berikan kepada diri kita. Setelah mengenal diri kita, mari mulai melihat orang lain. Bandingkan dirimu dengan orang-orang dibawahmu. Seberapa beruntungnya dirimu dimata mereka.
Keempat, kurang memperhatikan lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan akibat kebanyakan bermain gadget untuk bermedia sosial dan penggunaan berlebihan lainnya. Selain itu kebanyakan dari mereka yang kurang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar karena kecenderungan berperilaku introvert . Mengutip dari klikdokter.com, menurut penelitian yang dipublikasikan di National Center for Biotechnology Information, orang dengan kepribadian introvert cenderung rentan mengalami depresi dan gangguan cemas dibandingkan orang dengan kepribadian ekstrovert. Untuk itu kita sebagai teman seharusnya merangkul dan mengajak mereka berbicara agar mereka tidak menutup diri terhadap orang disekitarnya.
Terakhir, mengalami traumatik akan kejadian masa lalu. Penyebab yang umum biasanya, pernah mengalami kekerasan baik fisik maupun seksual, terutama pada usia muda. Selain itu disebabkan karena kehilangan orang yang dikasihi. Seperti orang tua, pasangan, atau teman dekat, terutama jika terjadi secara mendalam dan tak terduga.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berbagai tantangan emosional dan psikologis yang dialami seseorang memerlukan perhatian dan penanganan yang serius. Dengan mengenali diri, membangun hubungan sosial yang sehat, serta mencari dukungan dari lingkungan sekitar, seseorang dapat mengatasi berbagai kesulitan dan memulihkan kesejahteraan mentalnya. Dukungan sosial, komunikasi yang efektif, dan upaya untuk mengelola trauma menjadi kunci penting dalam mencapai kehidupan yang lebih stabil dan seimbang.
(Perspektif/ Asyifa, Melati, Daud)
Editor : Cut Meisya Salsabila