Berita

Potensi dan Risiko Pembangunan Bioskop Syariah di Banda Aceh

×

Potensi dan Risiko Pembangunan Bioskop Syariah di Banda Aceh

Sebarkan artikel ini
By : Istimewa

Darussalam – Isu terkait bioskop syariah kembali menguat di Indonesia, terutama di Banda Aceh, di mana salah satu calon Wali Kota, Teuku Irwan Djohan, menyebut pembangunan bioskop syariah sebagai salah satu program unggulannya jika terpilih nanti. “Untuk generasi muda, kami memiliki beberapa program unggulan, salah satunya adalah bioskop syariah,” ujar Irwan. Setelah mengungkapkan program tersebut, masyarakat mulai bertanya-tanya bagaimana bioskop dapat memenuhi kebutuhan hiburan sekaligus mematuhi prinsip-prinsip syariah. Meskipun Aceh tidak memiliki bioskop, wacana ini membuka peluang bagi pengembangan seni dan budaya lokal, dengan harapan bioskop syariah dapat dihadirkan melalui pengaturan yang sesuai.

Muhammad Iqbal Fajri, dosen di jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK), mengungkapkan bahwa saat ini bioskop syariah belum perlu dibangun di Banda Aceh. Ia khawatir masyarakat mungkin akan mencari celah dari hal tersebut. “Alangkah baiknya jika masyarakat diedukasi terlebih dahulu agar tahu tujuan dan fungsi sebenarnya dari bioskop,” katanya. Menurut Iqbal, manfaat bioskop ini akan dirasakan oleh seluruh masyarakat, di mana Banda Aceh akan memiliki pusat hiburan baru. Namun, ada dampak buruk yang perlu diperhatikan. Jika bioskop dibangun dekat masjid, dikhawatirkan lebih banyak orang yang ke bioskop daripada ke masjid. Jika dibangun di mall, privasi yang berlebihan dapat menimbulkan risiko tersendiri.

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, perlu adanya edukasi kepada masyarakat seperti yang sudah diterapkan di Jakarta. Edukasi di Jakarta sudah dilakukan sejak lima tahun lalu. Mengacu pada yang dilakukan di Qatar, Abu Dhabi, dan Saudi Arabia, bioskop di sana dibangun dengan pemisahan tempat duduk, yaitu sebelah kanan untuk laki-laki single, sebelah kiri untuk perempuan single, dan tengah untuk keluarga. Kualitas sensor film juga sangat tinggi, di mana film telah disensor lebih lanjut oleh pihak Kerajaan sebelum ditayangkan di bioskop. Hal ini mungkin bisa diterapkan di Banda Aceh, di mana pemerintah dapat berkolaborasi dengan bioskop dalam penyensoran film.

Muhammad Haris Riyaldi, Ketua Prodi Ekonomi Islam FEB USK, berpendapat bahwa mengingat perkembangan bisnis syariah, bioskop juga dapat disesuaikan dengan syariah. Sebagian masyarakat menginginkan alternatif hiburan seperti di daerah lain, tetapi harus memastikan bahwa hiburan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariah. “Dalam prinsip ekonomi Islam, hiburan, termasuk menonton film, pada dasarnya diperbolehkan, kecuali ada dalil yang melarang. Namun, film yang ditayangkan harus sesuai dengan syariah, dan proses menonton juga tidak boleh melanggar prinsip tersebut, seperti mencampur laki-laki dan perempuan secara bebas,” ujarnya. Haris juga menekankan bahwa jika pemerintah menghendaki adanya bioskop syariah, maka pemerintah harus memastikan bahwa hal-hal yang bertentangan tidak terjadi di bioskop tersebut.

Mahasiswa jurusan Manajemen di Universitas Syiah Kuala, Raysa dan Zayyana, berpendapat bahwa saat ini belum ada keperluan untuk membangun bioskop syariah di Banda Aceh. Mereka menilai bahwa masih banyak media hiburan lain yang dapat dinikmati, dan menonton film juga bisa dilakukan melalui platform lain. Selain itu, ada risiko salah pengertian dari masyarakat yang menganggap bioskop sebagai tempat untuk bermesraan. Dampak pembangunan bioskop ini juga akan dirasakan oleh kalangan muda sebagai pusat hiburan. Zayyana menambahkan bahwa bioskop dapat dibangun kapan pun, tetapi saat ini masih banyak kebutuhan mendesak di bidang pendidikan dan infrastruktur yang lebih prioritas dibandingkan pembangunan bioskop syariah. Raysa dan Zayyana juga mengingatkan bahwa jika tontonan yang ditayangkan tidak sesuai dengan syariah Aceh, hal ini dapat mengubah budaya Islami masyarakat Aceh.

Pembangunan bioskop di Banda Aceh merupakan keinginan banyak kalangan muda. Bioskop syariah adalah konsep inovatif yang menggabungkan hiburan dengan nilai-nilai Islam, bertujuan memberikan pengalaman menonton yang nyaman dan sesuai bagi umat Muslim. Meskipun disambut baik oleh sebagian masyarakat yang mendukung hiburan berbasis nilai agama, bioskop syariah juga menuai kritik terkait potensi dampak negatif ke depannya. Dengan pasar Muslim yang besar, terutama di kota yang kuat dalam penerapan nilai Islam seperti Banda Aceh, bioskop syariah memiliki potensi untuk berkembang ke arah positif maupun negatif, tergantung pada pengelolaannya oleh pemerintah dan bagaimana masyarakat memanfaatkan sarana baru ini sebaik mungkin.

(Perspektif: Hanifah, Iqbal, Adinda)

Editor: Nyak Shafika