Berita

Kurikulum Merdeka dan Polemiknya, Suara Guru, Siswa, dan Kabinet Baru

×

Kurikulum Merdeka dan Polemiknya, Suara Guru, Siswa, dan Kabinet Baru

Sebarkan artikel ini
By : Nisaa Nisaa

Darussalam – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Kemendikdasmen) era Presiden Prabowo Subianto, Kabinet Merah Putih telah mulai mengemban amanah baru kepemimpinan. Pertanyaan besar muncul, apakah Kurikulum Merdeka ini tetap dilanjutkan atau malah dihapus, seperti yang sudah sering terjadi pada kebijakan pendidikan di Indonesia, terutama saat terjadi pergantian kabinet. Kurikulum Merdeka sendiri merupakan kurikulum yang diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Februari 2022 era kepemimpinan Presiden Jokowi. Kurikulum Merdeka  memiliki konsep kurikulum yang menempatkan siswa sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran, di mana siswa memiliki kontrol dan kebebasan dalam mengembangkan kreativitas dan kemampuan yang ada dalam diri.

Isu penghapusan Kurikulum Merdeka ini muncul karena penerapannya yang dianggap masih belum merata di berbagai wilayah. Penerapan Kurikulum Merdeka membutuhkan sumber daya maupun bahan ajar yang cukup, baik dari segi infrastruktur, teknologi, maupun finansial. Namun, masih banyak sekolah yang memiliki  keterbatasan sumber daya yang dapat menghambat implementasi kurikulum ini, serta menimbulkan kekhawatiran bahwa Kurikulum Merdeka dapat memperlebar ketimpangan pendidikan antara sekolah-sekolah di daerah maju dan tertinggal.

IA, seorang siswa dari salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Aceh menyebutkan bahwa ia setuju jika Kurikulum Merdeka ini dihapuskan dan kurang efektif diterapkan, terutama di daerah yang jauh dari perkotaan seperti sekolahnya.

“Banyak kendala yang saya hadapi selama ini, salah satunya pada sarana dan prasarana di sekolah saya yang kurang memadai seperti susahnya jaringan, dikarenakan sekolah saya yang lumayan jauh dari perkotaan jadi jaringan lumayan susah untuk diakses, dan juga menurut saya pribadi banyak juga guru-guru yang belum cukup tahu mengenai implementasi Kurikulum Merdeka ini, jadi kurang cocok kalau kurikulum ini masih terus diterapkan,” tuturnya.

Seorang guru di salah satu SMA Aceh, MA, memberikan tanggapannya juga tentang penghapusan Kurikulum Merdeka ini.

“Saya rasa terlalu cepat kalau Kurikulum Merdeka ini benar-benar dihapus, saya khawatir akan menimbulkan lebih banyak masalah lagi karena para siswa dan tenaga pendidik kebingungan mau ikut sistem yang mana. Kurikulum ini sebenarnya baik untuk diterapkan, tetapi jika sarana dan prasarana tidak memadai, akan memperlebar kesenjangan antar sekolah. Mungkin lebih baik kalau kurikulum ini tidak dihapuskan, tetapi dievaluasi lalu diperbaiki, dan lebih banyak melakukan sosialisasi lagi terhadap kurikulum ini,” ujarnya.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (MENDIKDASMEN),  belum memberikan pernyataan resmi terkait isu penghapusan Kurikulum Merdeka ini. Namun, evaluasi terus dilakukan untuk memastikan relevansinya terhadap kebutuhan dunia Pendidikan.

MENDIKDASMEN, Abdul Mukti menyampaikan, ”Kami harus mengkaji ulang terkait Kurikulum Merdeka ini, kurikulum ini masih baru dan dalam penerapan praktiknya belum semua satuan pendidikan melaksanakannya, kita tidak akan terburu-buru  mengubah keputusan kebijakan, apalagi masih banyak polemik di masyarakat. “

Keputusan akhir mengenai isu ini akan menjadi penentu arah masa depan pendidikan Indonesia. Apakah Kurikulum Merdeka tetap dipertahankan, diperbaiki, atau diganti dengan kurikulum baru, masyarakat menantikan langkah tegas dari pemerintah untuk menjamin mutu dan keinginan pendidikan yang lebih baik.

(Perspektif/ Hafidhatul, Intan, Zaharatun)

Editor: Zaidan Shadiq R

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *