Darussalam – Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk memperbaiki kebijakan fiskal, termasuk reformasi pajak, guna mendukung pemulihan ekonomi dan meningkatkan daya saing nasional pasca-pandemi COVID-19. Dua perubahan besar yang baru-baru ini disorot adalah rencana penurunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masing-masing akan mempengaruhi pelaku usaha dan masyarakat luas.
Penurunan tarif PPh Badan diproyeksikan untuk menarik lebih banyak investasi ke Indonesia, sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Langkah ini dianggap sebagai salah satu cara meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan regional dan global, terutama dalam menarik minat perusahaan multinasional yang mempertimbangkan relokasi ke Asia Tenggara. Sebelumnya, Menteri Keuangan menyatakan bahwa penurunan PPh Badan diharapkan bisa menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat struktur ekonomi domestik.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, memberikan pandangannya tentang kebijakan ini.
“Penurunan PPh Badan akan menguntungkan perusahaan atau badan usaha. Namun, kenaikan PPN yang dibebankan pada masyarakat menengah ke bawah justru bisa memperuncing ketimpangan pajak,” ujarnya dalam sebuah wawancara dengan Kompas.com pada Jumat (11/10/2024).
Sebagai upaya untuk menyeimbangkan potensi berkurangnya penerimaan negara dari PPh Badan, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN yang berlaku untuk seluruh masyarakat. Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa kenaikan ini bertujuan mengkompensasi penurunan pendapatan pajak dari korporasi besar. Namun, sejumlah pengamat dan ekonom menilai kebijakan ini justru berisiko memberatkan kelompok menengah ke bawah, yang pendapatannya tidak sebanding dengan kenaikan harga barang dan jasa akibat tarif PPN yang lebih tinggi.
Menurut Bhima, pihak yang seharusnya difokuskan oleh pemerintah dalam kebijakan perpajakan adalah masyarakat kelas menengah ke bawah, bukan perusahaan besar.
“Ini seolah membebankan kelas menengah yang sudah rentan terhadap inflasi dan tekanan ekonomi lainnya,” kata Bhima.
Ia menambahkan bahwa kelompok inilah yang paling terdampak oleh kenaikan harga barang-barang pokok sebagai imbas dari tarif PPN yang lebih tinggi.
Meskipun rencana ini sudah mendapat perhatian serius dari pemerintah, muncul kabar bahwa kenaikan PPN mungkin ditunda hingga 2025 atau bahkan 2026. Beberapa pengamat menilai bahwa ketidakpastian ekonomi global saat ini, termasuk inflasi dan dampak dari konflik geopolitik, mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan penundaan tersebut.
Ironisnya, jika kebijakan penurunan PPh Badan dan kenaikan PPN ini terus berlanjut, dampaknya akan meluas ke berbagai sektor ekonomi, terutama di kota-kota besar yang menjadi pusat ekonomi nasional. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diperkirakan akan memberikan dampak yang lebih signifikan di daerah perkotaan dengan aktivitas ekonomi tinggi, akibat tingginya tingkat konsumsi masyarakat di wilayah tersebut. Sebaliknya, penurunan tarif Pajak Penghasilan Badan cenderung menguntungkan pelaku usaha besar di sektor industri
Kombinasi antara penurunan PPh Badan dan kenaikan PPN ini dikhawatirkan dapat memperburuk ketimpangan. Sebab, penurunan PPh Badan lebih banyak memberikan manfaat bagi perusahaan besar yang memiliki laba signifikan, sementara kenaikan PPN berdampak langsung pada konsumsi masyarakat, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah hingga rendah. Selain itu, kebijakan ini berpotensi memperbesar kesenjangan antara perusahaan besar dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena UMKM tidak memperoleh insentif pajak yang setara.
Para ekonom menyarankan agar pemerintah mengevaluasi kembali langkah ini untuk memastikan bahwa kebijakan pajak yang diterapkan tidak hanya memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mencerminkan keadilan sosial. Pendekatan yang lebih inklusif serta memperhitungkan dampak pada masyarakat rentan diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(Perspektif/ Bella, Syahla, Inaz)
Editor : Cut Meisya Salsabila