Berita

Sejarah Hari Kelahiran Pancasila Ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional

×

Sejarah Hari Kelahiran Pancasila Ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional

Sebarkan artikel ini

Darussalam – Penetapan hari kelahiran Pancasila merupakan sebuah tonggak sejarah yang menandai pengakuan resmi terhadap nilai-nilai dan prinsip dasar yang menjadi landasan negara Indonesia. Meskipun Pancasila telah hadir sejak tahun 1945, penetapan hari kelahiran Pancasila baru disahkan pada 1 Juni 2016 melalui Keppres No. 24. Hal ini memunculkan pertanyaan mengapa kelahiran Pancasila yang telah dicetuskan 71 tahun lalu dapat diresmikan dengan sedemikian telatnya.

Pada masa Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), para tokoh pendiri bangsa mengemukakan pemikiran dan gagasannya tentang dasar negara yang paling cocok bagi Indonesia merdeka. Terdapat tiga tokoh bangsa yang tercatat tampil memukau dalam menyampaikan rumusan dasar negara pada periode 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Mereka adalah Muh. Yamin (29 Mei), Prof. Soepomo (31 Mei), dan Ir. Soekarno (1 Juni). Setelah Muh. Yamin dan Prof. Soepomo menyampaikan pidatonya, tibalah giliran Ir. Soekarno yang menutup persidangan BPUPKI dengan ide atau pemikiran dasar negaranya, yaitu:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Berkebudayaan

Oleh Ir. Soekarno, rumusan dasar negara itu di beri nama Pancasila. Dalam kesempatan sidang itu, Soekarno juga menawarkan alternatif lain sebagai dasar negara Indonesia, yakni Trisila dan Ekasila. Alternatif itu disampaikan sebagai opsi bagi mereka yang tidak setuju dengan bilangan 5 dan menginginkan bilangan yang lain. Tidak hanya itu, dua alternatif Trisila dan Ekasila disampaikan sebagai dasar dari segala dasar lima sila yang disebutkan sebelumnya. Dasar negara yang diusulkan Soekarno melalui Trisila adalah socio-nationalisme, socio democratie, dan ketuhanan. Sementara Ekasila berisi satu hal, gotong-royong. Menurut Ir. Soekarno, negara Indonesia yang kita dirikan haruslah berdasarkan asas gotong royong tersebut.

Karena belum mendapat kesepakatan, maka dibentuklah sebuah panitia kecil yang berjumlah sembilan orang sehingga sangat populer disebut Panitia Sembilan. Muncul pandangan berbeda antara golongan Islam dengan golongan nasionalis mengenai hubungan negara dengan agama dalam rumusan dasar negara. Hasil pergulatan politik antara dua kelompok itu melahirkan sebuah kompromi dalam bentuk Piagam Jakarta yang ditandatangani pada 22 Juni 1945.

Setelah kemerdekaan diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Indonesia masih belum memiliki alat kelengkapan negara. Dasar negara Indonesia merdeka menjadi permasalahan yang krusial saat itu. Bahkan Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sempat tertunda dan terlambat akibat masih terjadi tarik – menarik mengenai dasar negara Indonesia. Sebab rencana PPKI untuk mengesahkan rumusan dasar negara hasil kerja Panitia Sembilan memperoleh penolakan dari masyarakat Indonesia timur karena dianggap mengistimewakan golongan agama tertentu. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka tidak bersedia bergabung dengan negara yang akan dibentuk.

Melihat konflik yang mengancam persatuan di depan mata, upaya lobi-lobi politik terhadap kelompok Islam pun dilakukan oleh Moh. Hatta. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat semangat persatuan yang baru dibangun dalam sebuah negara merdeka. Dengan mengatasnamakan persatuan, Moh. Hatta meminta kelompok Islam bersikap besar hati dan menerima dengan ikhlas tuntutan masyarakat Indonesia timur. Oleh karena itu, permintaan Moh. Hatta untuk mencoret “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam dasar negara akhirnya diterima dan disepakati oleh kelompok Islam. Dengan didasari semangat persatuan, PPKI akhirnya berhasil mengesahkan UUD 1945 yang di dalamnya memuat rumusan dasar negara Pancasila. Rumusan dasar negara Pancasila hasil kerja PPKI tanggal 18 Agustus 1945 terdiri atas:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Hari Lahir Pancasila pernah tenggelam lebih dari tiga dekade lamanya. Melihat kembali sejarah, peringatan Hari Lahir Pancasila pernah menjadi polemik di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pasca Presiden Soekarno dilengserkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari jabatannya, peringatan/perayaan Pidato Ir. Soekarno 1 Juni 1945 dihentikan oleh Presiden Soeharto melalui Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) melarang peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, sejarah rumusan Pancasila didasarkan pada penelusuran sejarah oleh Nugroho Notosusanto melalui buku Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pancasila jang Otentik. Sehigga setelah reformasi tahun 1998, muncul banyak gugatan tentang tanggal lahir Pancasila yang sebenarnya. Setidaknya ada tiga tanggal yang berkaitan dengan Hari Lahir Pancasila, yaitu1 Juni 1945, 22 Juni 1945, dan 18 Agustus 1945.

Ketimbang memperingati Pidato Soekarno 1 Juni 1945, Presiden Soeharto lebih tertarik untuk menyemarakan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Motivasi Presiden Soeharto lebih memilih merayakan Hari Kesaktian Pancasila adalah untuk mengingatkan rakyat akan kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) yang melancarkan kudeta berdarah terhadap pemerintah yang sah. Aksi subversif (pemberontakan) PKI adalah bertujuan mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi Komunis. Dengan demikian, di era kepemimpinan Presiden Soeharto, 1 Juni bukan lagi menjadi tanggal istimewa, karena seolah-olah digeser dan digantikan dengan 1 Oktober sebagai tanggal penanda kemenangan Pancasila melawan PKI yang berpaham komunisme.

Pasca reformasi, terutama di era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, muncul usulan dari berbagai pihak supaya 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Namun, permintaan tersebut di tolak dengan alasan banyak yang menentangnya. Barulah di bawah Presiden Jokowi, perjuangan berbagai pihak supaya 1 Juni diputuskan dan ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila berhasil diwujudkan.

Sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, secara yuridis-formal, bangsa Indonesia mengakui dan menerima tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Bahkan dalam salah satu ketentuannya Pemerintah mengajak seluruh komponen bangsa bersama-sama merayakan dan memperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni. Lebih daripada itu, sebagai bentuk penghormatan paling tinggi maka 1 Juni tidak hanya diputuskan sebagai Hari Lahir Pancasila tetapi juga disertai dengan penetapan sebagai Hari Libur Nasional.

(Perspektif/zaidanshadiqR)
Editor: Astri Rahma Deyta