Darussalam – Didirikan pada Maret 2004, Serambi Biro Lhokseumawe adalah bagian dari jaringan Serambi Indonesia yang telah berakar sejak 1986. Di balik kelahiran Serambi Indonesia, ada sosok visioner Bapak Sjamsul Kahar, yang tak hanya mengabdikan hidupnya untuk pers Indonesia, tetapi juga berperan dalam membangun media di berbagai daerah, seperti Kalimantan dan Medan. Sebagai Kepala Biro Kompas dan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), beliau berdiri di garis depan, membawa nafas baru bagi dunia jurnalistik Indonesia.
Namun, pendirian Serambi Indonesia tak lepas dari perjuangan keras Almarhum Bapak M. Nourhalidyn, yang berhasil memperoleh Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), sebuah dokumen yang saat itu sangat sulit didapatkan. Kini, Serambi Indonesia menjadi bagian dari jaringan pers yang besar dengan 68 tribun, termasuk Peu Haba dan Tribun Gayo, memperkokoh posisinya di ranah pers Aceh.
Lahirnya Serambi Biro Lhokseumawe seolah mengiringi denyut sejarah Kota Lhokseumawe, yang pada masa kejayaannya dikenal sebagai “Kota Petro Dollar.” Pusat industri Aceh ini dipimpin oleh megahnya PT Arun, pemasok gas alam terbesar di dunia pada era 1990-an. Tak heran, Lhokseumawe menjadi simbol kekayaan Aceh, sesuai dengan catatan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
“Serambi Indonesia hadir dengan misi mulia: mencerdaskan masyarakat melalui rubrik opini, sekaligus memberikan ruang bagi dosen dan mahasiswa untuk menulis. Tujuan utamanya adalah memotivasi para penulis lokal agar semakin aktif,” tutur Jaffaruddin, Kepala Biro Serambi Lhokseumawe.
Peran Serambi Biro Lhokseumawe tak bisa diabaikan, terutama saat bencana tsunami 2004 melanda Aceh. Kantor pusat Serambi di Banda Aceh terkena dampak besar, sehingga percetakan sementara dialihkan ke Biro Lhokseumawe. Saat itulah, Serambi Biro Lhokseumawe menjadi tumpuan informasi bagi masyarakat, dengan distribusi koran yang meliputi Gayo Lues, Bener Meriah, Aceh Tengah, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, hingga Medan.
Meski dunia telah beralih ke era digital, Serambi Indonesia tetap berpegang teguh pada tradisi media cetak. Selain koran, Serambi juga menciptakan karya-karya dalam bentuk tulisan online, berita televisi, dan siaran radio. Namun, di tengah gempuran gadget dan kemajuan teknologi, tak dapat dipungkiri bahwa jumlah produksi koran cetak Serambi mengalami penurunan. Di Biro Lhokseumawe, produksi yang dulunya mencapai 10.000 hingga 15.000 eksemplar per hari, kini turun drastis menjadi 4.000 hingga 5.000 eksemplar.
Peralihan masyarakat dari media cetak ke media digital sudah tak terelakkan lagi. Mereka yang setia pada koran cetak umumnya berasal dari kalangan yang lebih tua atau tinggal di daerah-daerah yang akses ke teknologi masih terbatas. Salah satu contohnya adalah masyarakat di perkebunan PT Alas Helau, atau lebih dikenal sebagai Arasilo, di perbatasan Aceh Utara dan Bener Meriah.
Namun, di tengah derasnya arus digitalisasi, media cetak tetap memegang reputasi yang kuat. “Kepercayaan masyarakat terhadap media cetak masih lebih tinggi dibandingkan media online, karena proses verifikasi dan pemeriksaan berlapis. Sementara itu, media online sering kali mengorbankan akurasi demi kecepatan,” jelas Jaffaruddin.
Pandemi COVID-19 membawa gelombang perubahan yang turut mempengaruhi Serambi, termasuk di Biro Lhokseumawe. Seperti banyak sektor lainnya, Serambi harus melakukan penyesuaian, termasuk merampingkan tenaga kerja di beberapa departemen. Meskipun begitu, semangat Biro Lhokseumawe untuk menjadi saluran opini masyarakat tetap terjaga. Mereka terus mempertahankan tradisi media cetak di tengah tantangan yang ada.
Serambi Biro Lhokseumawe bukan sekadar penyedia berita, tetapi juga menjadi wadah aspirasi publik. Opini-opini dari masyarakat ditampung, diverifikasi, dan diolah menjadi berita yang informatif dan inspiratif. Selain itu, Serambi juga membuka peluang partisipasi melalui program-program yang bermanfaat bagi masyarakat dan institusi. Di balik setiap berita yang diterbitkan, terselip harapan bahwa dunia pers, terutama di kalangan mahasiswa, akan terus berkembang dan menjadi acuan bagi masa depan jurnalisme di Aceh dan Indonesia.
Serambi Lhokseumawe tetap setia pada misinya, meski zaman terus berubah. Dengan tekad yang kuat, mereka berdiri teguh, menjadikan setiap tulisan sebagai bukti bahwa suara masyarakat Aceh akan selalu didengar dan diabadikan dalam tinta sejarah.
(Perspektif/ Syawira Rahma Hidaya)
Editor: Yulisma Mahbengi