Berita

Serial Bumi Dihentikan, Tere Liye Melawan Pembajakan Buku

×

Serial Bumi Dihentikan, Tere Liye Melawan Pembajakan Buku

Sebarkan artikel ini
Sumber: http://instagram.com/tereliye

Darussalam – Tere Liye adalah nama pena dari seorang penulis yang bernama asli Darwis. Ia telah menulis lebih dari 50 buku dalam berbagai genre. Beberapa karya yang diterbitkan cukup populer dalam dunia literasi, baik karena keseruan cerita tersebut maupun karya dan sosok Tere Liye yang kontroversial. Dalam dunia penikmat literasi terdapat beberapa kelompok yang mengagumi karyanya hingga tidak mengenalnya sama sekali, juga terdapat beberapa kelompok yang mengkritik karya-karya dari Sang Penulis.

 

Di balik semua kontroversi mengenai sosok Sang Penulis, karya-karya Tere Liye tetaplah populer dan sering menjadi best seller maupun sekadar perbincangan hangat di Indonesia, bahkan beberapa karyanya diangkat menjadi film seperti, Hafalan Shalat Delisa serta Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin. Terdapat pula karya yang tak kalah populer seperti serial BUMI yang mengangkat tema teenfic, bercerita tentang petualangan dalam dunia paralel. Saat ini serial BUMI sudah mencapai 13 buku dan akan terus berlanjut.

 

Yang menghebohkan, pada 20 Februari 2023 silam, dalam unggahan instagram resminya Tere Liye mengatakan akan menghentikan total serial BUMI. Unggahannya tersebut langsung menuai berbagai tanggapan masyarakat, ada yang bertanya-tanya perihal keputusannya tersebut, ada yang mendukung, juga ada yang mengkritiknya. Ini bukan pertama kali bagi Tere Liye menghentikan produksinya, meski, kali ini untuk alasan yang berbeda dari sebelumnya.

 

Ia menceritakan bagaimana usaha yang dilakukannya untuk melawan toko-toko online yang menjual buku bajakan, “Bayangkan sendiri 3 tahun terakhir, tim saya menghabiskan waktu, tenaga, hanya untuk melaporkan toko-toko ini. Lantas lihat, coba buka Bukalapak, Lazada, Shopee, Tokopedia, apakah buku bajakan hilang? Tidak. Dibiarkan saja 3-4 minggu tanpa disisir, maka besok-besok langsung muncul lagi seperti jamur di musim hujan. Search saja buku-buku dari penulis laku, berserakan link produk buku bajakannya,” tulisnya dalam unggahan instagram pada 20 Februari silam.

 

Keputusannya ini paling mengusik hati para penggemar setia karya-karya Tere Liye, mereka kecewa karena tak dapat mengetahui kelanjutan kisah dari serial BUMI, juga bagi mereka yang belum berkesempatan memiliki buku fisiknya.

Dapat dipahami, bahwa keputusannya untuk menghentikan total serial BUMI adalah sebagai bentuk protes terhadap pembajakan buku yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dunia literasi tak asing lagi dengan hal ini, pembajakan buku laris manis seolah-olah tak melanggar hukum, dianggap bisnis yang menguntungkan sementara Sang Penulis aslinya hidup dalam dunia prihatin, dan pembelinya tetap memaknai dirinya sebagai pecinta buku tanpa keraguan.

 

Tere Liye sendiri mengatakan bahwa menulis bukanlah mata pencahariannya, karena di samping menulis, Darwis, sosok dibalik nama Tere Liye merupakan seorang akuntan, ia mengatakan mampu membiayai hidupnya dari profesinya sebagai akuntan. Tetapi, ia tetap merasa keberatan dan dirugikan dengan pembajakan buku yang semakin marak saat ini, disaat para penulis bersusah-payah menuangkan idenya dalam bentuk tulisan, setelah dijual-pun mereka hanya mendapatkan sedikit keuntungan, tak sebanding dengan ‘harga’ dari ide-ide mereka, belum lagi penulis harus mengeluarkan biaya untuk menangani para pembajak buku yang menjual hasil curian mereka yang secara terang-terangan. Padahal cukup jelas dalam setiap buku yang sudah dicetak terdapat peringatan bahwasannya buku-buku tersebut dilindungi oleh undang-undang mengenai hak cipta, tapi seolah mereka tak membacanya atau memang mereka buta akan hukum yang termuat dalam peringatan tersebut, atau malah hukumnya sendiri yang buta, tak dapat melihat mewabahnya pelanggaran hukum pembajakan buku ini. Dibiarkan begitu saja, mungkin hukum dan pemerintah sudah menyerah melawan mereka para pembajak dan penikmat hasil bajakan.

 

Jutaan buku dibajak, betapa untung sang penjual buku bajakan, pihak marketplace-pun tak mengambil tindakan pasti, hanya memberi poin penalti, menghapus tautan produk, membatasi akses, tanpa bersedia menghapus toko. Acuhnya sikap dari pihak marketplace dan pemerintah seolah tak memberi solusi akan masalah ini. Tere liye bahkan sudah menyarankan jika ingin membaca karyanya secara gratis, maka dapat melalui Aplikasi Perpustakaan Nasional yaitu, iPusnas atau dapat membeli buku preloved jika ingin versi fisiknya dengan harga yang murah. Namun, karena geram dengan semakin maraknya pembajakan terhadap karyanya dan karya penulis lain, maka Tere Liye memutuskan penghentian ini untuk menyadarkan banyak pihak atas masalah ini.

 

Adanya keputusan ini membuat semakin banyak orang yang menyadari dan menyuarakan tentang pentingnya membeli buku secara legal. Banyaknya buku-buku bajakan membuat para penulis resah, tetapi karena kurangnya atensi membuat para penulis terutama yang baru merintis susah untuk menyuarakan hal ini. Dengan adanya kasus ini maka dapat dijadikan pembelajaran bagi para pembaca dan pebisnis agar hanya membeli buku secara legal.

 

(Perspektif/ Nafla & Dinda)

Editor: Astri