BeritaKampusOpiniSuara Pembaca

ALSA LC USK Dorong Kolaborasi Lintas Sektor dalam Perlindungan Satwa Liar

×

ALSA LC USK Dorong Kolaborasi Lintas Sektor dalam Perlindungan Satwa Liar

Sebarkan artikel ini
By : ALSA LC USK

Darussalam– Asian Law Students’ Association Local Chapter (ALSA LC) Universitas Syiah Kuala (USK), dengan dukungan dari Bu-Moe? Fest, sukses menyelenggarakan ALSA Legal Discussion (ALD) bertajuk “From Forest to Heart: Know, Love, and Protect Wildlife”. Kegiatan ini berlangsung secara hybrid pada Selasa, 17 Juni 2025, bertempat di Aula Moot Court Fakultas Hukum USK dan melalui platform Zoom Meeting.

Diskusi hukum ini menghadirkan pemateri dari berbagai latar belakang akademisi, praktisi hukum, dan pemerhati lingkungan yang membahas konflik antara manusia dan satwa liar dari perspektif hukum nasional. Fokus utama diskusi adalah mendorong sinergi regulasi dan penegakan hukum sebagai upaya konkret menjaga keanekaragaman hayati Indonesia.

Perwakilan dari Bu-Moe? Fest menyampaikan bahwa hukum tidak hanya berfungsi sebagai instrumen teknis, tetapi juga sebagai sarana membentuk perspektif baru dalam perlindungan lingkungan dan masyarakat.

“Kolaborasi ini bisa berkembang dari langkah kecil menjadi perubahan besar yang nyata,” ujarnya

Prof. Dr. Abdullah, M.Si., Ketua Riset Konservasi Gajah dan Biodiversitas Hutan USK, menyoroti bahwa konflik manusia dan satwa liar, khususnya gajah, umumnya dipicu oleh aktivitas manusia yang merambah habitat satwa. Ia menekankan pentingnya solusi permanen, seperti pembentukan Wildlife Sanctuary and Corridor (WSC), sebagai langkah strategis dalam menangani konflik tersebut.

Sementara itu, Prof. Dr. Effendi, S.H., M.Si., Wakil Dekan I Fakultas Hukum USK, menekankan perlunya harmonisasi regulasi serta pemberian kompensasi yang adil bagi masyarakat terdampak konflik satwa. Ia juga menyoroti pentingnya penerapan restorative justice dalam penyelesaian konflik lingkungan, serta pemanfaatan dana CSR untuk pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi. “Perlindungan lingkungan harus dilakukan dengan mempertimbangkan hak manusia dan satwa secara seimbang,” jelasnya.

Tezar Pahlevie selaku koordinator investigasi mengungkapkan tantangan dalam penegakan hukum kejahatan perburuan satwa liar di Aceh, mulai dari keterlibatan jaringan internasional hingga rendahnya hukuman bagi pelaku. Namun, ia juga menyoroti adanya kemajuan signifikan dalam penentuan hukuman, di mana terjadi peningkatan sanksi bagi pelaku perburuan dan perdagangan ilegal satwa liar.

Novi Ariansyah mewakili Dinas Lingkungan Hidup dan Kehidupan (DLHK) Aceh menjelaskan bahwa Pemerintah Aceh telah menetapkan berbagai kebijakan dan regulasi untuk menangani konservasi satwa liar dan mitigasi konflik manusia-satwa. Pendekatan ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara perlindungan satwa liar dan kesejahteraan masyarakat di Aceh. Ia juga menekankan bahwa melindungi gajah berarti juga melindungi spesies lain yang hidup di bawahnya dalam ekosistem.

Fandi Ba’U. S.I.K., M.H. menegaskan bahwa motif utama perburuan satwa liar adalah kebutuhan ekonomi dan tingginya permintaan pasar. Ia menyoroti pentingnya penegakan hukum yang tegas untuk memberikan efek jera kepada pelaku. Director ALSA LC USK, Gazza Ghazali, menyampaikan, “Kami percaya, kolaborasi dan diskusi lintas sektor seperti ini dapat mendorong terciptanya kebijakan yang lebih adil dan efektif dalam menjaga keanekaragaman hayati Indonesia.”

Melalui diskusi dan kolaborasi lintas sektor seperti ini menjadi salah satu upaya nyata ALSA LC USK menciptakan sinergi yang efektif dalam memperkuat regulasi dan penegakan hukum. Komitmen bersama antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan lembaga konservasi menjadi kunci utama untuk mewujudkan harmoni antara manusia dan alam demi masa depan yang lebih lestari.

(Press Release/ ALSA LC USK)

Editor:Akif

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *