Berita

Berlayarnya Periode Baru BEM FEB USK 2023, Apa Kabar Pemira?

×

Berlayarnya Periode Baru BEM FEB USK 2023, Apa Kabar Pemira?

Sebarkan artikel ini

Darussalam – Berbicara masalah politik kampus, tak elok rasanya jika kita tidak membahas mengenai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Sebagai Organisasi Mahasiswa (Ormawa) tertinggi, BEM diwajibkan untuk mengakomodasi seluruh kepentingan mahasiswa. Salah satunya ialah dalam hal menyalurkan aspirasi kepada pihak kampus (Direktorat Pelayanan Kegiatan Mahasiswa), sehingga dapat menjadi wadah serta sarana bagi mahasiswa dalam mewujudkan kesejahteraan di lingkungan kampus. Regenerasi pemimpin juga tak luput dalam hal ini. Kebolehan dalam memimpin dipercaya dapat menjadi tombak utama dalam mempermudah jalannya penyampaian aspirasi

Namun, pada realitanya proses pergantian pemimpin tak selalu berjalan lancar seperti yang diekspektasikan. Hal inilah yang tengah menjadi perbincangan hangat pada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB USK) terkait BEM fakultasnya yang sampai bulan Maret 2023 ini masih belum melaksanakan Pemilihan Raya (Pemira) dan menetapkan siapa ketua dari organisasi BEM selanjutnya. Disparitas pandangan antara fraksi organisasi BEM dan pejabat kampus kerapkali menjadi kerikil hambatan yang mengakibatkan pemira terombang-ambing belum ada kepastian, tak kunjung terealisasikan. Pemira yang semestinya telah digencarkan pada Januari lalu, justru sampai Maret 2023 pun tidak kunjung terdengar kabarnya hingga akhirnya melungsur pada kebuntuan. Pemira menjadi tantangan tersendiri di tahun ini, sidang umum yang semestinya dilakukan oleh ormawa tertinggi kampus belum jugak dilaksanakan, kendati masa pengurusan telah usai. Tak berhenti disitu,  Problematika yang sama kemudian  timbul dari pihak penyelenggara pemira yang tak kunjung berembuk dengan petinggi kampus untuk mendapatkan satu keputusan sepakat. Mahasiswa kemudian dibuat bingung oleh birokrat, sesulit itukah klarifikasi untuk kami dapat?

Bagi para pelaku aktivis kampus tersebut, aklamasi merupakan tindakan yang tepat untuk dilakukan dalam kondisi mendesak seperti saat ini. Sedari awal, Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) telah menyepakati untuk menggaungkan satu calon yang akan menjadi ketua BEM FEB USK. Bukan tanpa alasan, aklamasi ini seperti telah menjadi tombak penyatu bagi setiap jurusan ekonomi untuk dapat mengepakkan sayapnya pada ranah organisasi tertinggi di kampus kuning tercinta. Kendati demikian, perspektif ini sepertinya kian berbanding terbalik dengan pandangan demokrasi yang diharapkan oleh petinggi kampus.

Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan Bapak Dr. Abdul Jamal, SE., M.Si menolak keras untuk dilakukannya aklamasi. Menurut beliau, tindakan tersebut justru akan merobak-rabik porsi sebagian orang yang seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk dapat berkecimpung memperebutkan posisi Ketua BEM FEB USK. Beliau telah mewanti-wanti sejak lama agar mahasiswa lebih mengedepankan demokrasi pada politik kampus dengan menggerakkan pemira. Perbedaan kepentingan ini akhirnya menjurus pada keterlambatan pelantikan, sulitnya melakukan program kegiatan, bahkan baik ketua BEM maupun ormawa-ormawa terlihat seperti diistirahatkan.

Untuk menangkal keterlantaran, Wakil Dekan III FEB USK kemudian mencanangkan untuk memilih Penanggung Jawab (PJ) sementara yang akan memikul beban tanggung jawab ketua BEM selagi belum terlaksanakannya pemira. Pemilihan PJ tersebut dilansir telah melalui perundingan panjang dengan beberapa Ketua Prodi dan Ketua Jurusan, sehingga telah mendapat jajak pendapat yang mutlak. Menurut Surat Keputusan (SK) Nomor 24/UN11.1.1/KPT/2023, masa penanggung jawab sementara akan berakhir ketika dilantiknya ketua BEM Definitif. Kendati demikian, melihat dari kompleksitas persoalan birokrasi kampus kuning ini, akankah ada kemungkinan PJ BEM tersebut yang kemudian akan diangkat langsung menjadi Ketua BEM FEB USK? Tentu saja hal ini dapat pula terjadi.

Shalih Syammary selaku PJ BEM sementara menjelaskan bahwa telah terdapat satu kandidat yang akan disertakan pada Pemira tahun ini. Namun, hal ini tidak juga dapat menjadi jawaban pada teka-teki polemik kampus. Pemira yang selalu digadang-gadangkan tetap tak dapat dilangsungkan, sebab hingga kini rival yang dicecarkan tak kunjung terlihat. Tak ada alasan pasti mengapa sampai saat ini belum ada satu pun mahasiswa yang menerjunkan diri menjadi kandidat kedua pada Pemira 2023. Lantas, kini muncul pertanyaan, apa saja sebenarnya yang sudah Komisi Pemilihan Raya (KPR) lakukan untuk merealisasikan pemira selama ini?  Bukankah ini sudah menjadi kewenangan mereka selaku penyelenggara utama pemira?

Salah satu pihak KPR menyatakan bahwa persiapan-persiapan untuk dilakukannya pemira  sudah mereka lakukan dari jauh-jauh hari. KPR telah berupaya membentuk panitia untuk menyeleksi berkas BEM maupun DPM, persiapan e-voting, panitia acara debat, dan semacamnya. Lebih lanjut, pihak KPR juga telah mengonfirmasi bahwa kini mereka sedang  menunggu calon kedua muncul agar bisa secara tanggap melakukan pemira seperti yang diinginkan petinggi kampus.

Pihak DPM kemudian juga ikut menuturkan bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain tetap berpijak pada legitimasi yang dirakit oleh para pengampu kebijakan. Seiring dengan berjalannya waktu, mereka hanya dapat menunggu agar bibit – bibit pemimpin di luar sana dapat dengan segera datang untuk menghadap ke pemangku. Tak lain dan tidak bukan, hal ini demi terealisasikannya pemira dan menepis berbagai macam isu.

Pemira yang tak kunjung juga diadakan menyebabkan terciptanya ambiguitas dan ketimpangan tersendiri bagi unsur-unsur yang ada di dalamnya. Bagaimana tidak? Kampus kebanggaan mahasiswa ekonomi tersebut kini seolah-olah seperti kehilangan identitas pengendali institusinya. Dalam polemik yang mencuat dan sudah diluar hakikat umumnya sebuah regulasi, bukankah aklamasi dapat menjadi opsi ideal jika pada akhirnya malah beringsut pada kebijakan ‘aklamasi’ dari petinggi.

Para elit kampus telah mengkreasikan berbagai macam upaya, tetapi perihal solusi yang diangan-angankan tak juga tampak hilalnya. Kini seluruh mahasiswa kampus kuning tersebut hanya bisa berharap. Menilik dari berbagai macam komplikasi yang sedang berlangsung, semoga perkara ini dapat teratasi dan dua pemangku kepentingan kampus saling dukung, sehingga tidak ada lagi keterlambatan bahkan ketidakjelasan dalam struktur organisasi yang terkesan buntung.

(Perspektif / Sigma Amoba & Platypus)