Jakarta – Raksasa properti China, Evergrande sedang jadi sorotan dunia beberapa waktu belakangan ini. Perusahaan terancam bangkrut karena kesulitan membayar utang dan bunga utangnya. Total kewajiban perusahaan ini mencapai US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.290 trilun (asumsi kurs Rp 14.300). Kemudian, pembayaran bunga utang yang jatuh tempo pada pekan ini lebih dari US$ 100 juta. Kondisi itu pun menggegerkan dunia. Para ahli pun menyebut jika Evergrande menjadi ujian besar bagi Negara Tirai Bambu tersebut. Bahkan, berisiko mengulang peristiwa Lehman Brothers yang terjadi pada 2008 lalu.
Nah, berikut poin-poin yang perlu kamu tahu mengenai Evergrande:
Dilansir pada laman CNN Indonesia, Kamis (23/9/2021) Evergrande merupakan salah satu pengembang terbesar di China. Perusahaan ini masuk dalam Global 500, yang berarti salah satu perusahaan terbesar di dunia berdasarkan pendapatan. Perusahaan terdaftar di Hong Kong dan berbasis di Shenzhen, China. Perusahaan mempekerjakan sekitar 200.000 pekerja. Perusahaan ini juga secara tidak langsung mempertahankan lebih dari 3,8 juta pekerjaan setiap tahun.
Grup bisnis ini didirikan oleh miliarder China, Xu Jiayin atau juga dikenal Hui Ka Yan. Ia pernah menjadi orang terkaya di negara tersebut. Evergrande memiliki lebih dari 1.300 proyek di 280 kota di seluruh China. Di luar perumahan, grup ini berinvestasi di kendaraan listrik, olah raga dan taman hiburan. Mereka juga memiliki bisnis makanan dan minuman, air minum kemasan, bahan makanan, produk susu, dan barang-barang lainnya di China.
Di tahun 2010, perusahaan membeli tim sepak bola yang sekarang dikenal dengan Guangzhou Evergrande. Sejak saat itu, tim tersebut telah membuat sekolah sepak bola terbesar di dunia dengan biaya US$ 185 juta. Tak hanya itu, Guangzhou Evergrande juga sedang membuat stadion sepak bola terbesar di dunia dengan asumsi pembangunnya rampung tahun depan. Stadion itu memakan biaya US$ 1,7 miliar dengan bentuk seperti bunga teratai raksasa dan bakal menampung 100.000 penonton. Evergrande juga terjun ke bisnis pariwisata melalui divisi taman hiburannya, Evergrande Fairyland. Salah satu proyeknya adalah Ocean Flower Island di Hainan, sebuah provinsi tropis di China yang disebut-sebut Hawaii China.
Proyek ini mencakup pulau buatan dengan mal, museum dan taman hiburan. Menurut laporan tahunan terbaru grup, uji coba akan dilakukan pada awal tahun ini dan rencana pembukaan penuh di akhir 2021.
2. Pemicu Masalah di Evergrande
Utang Evergrande menggelembung dalam beberapa tahun terakhir untuk membiayai operasionalnya. Grup ini memiliki kewajiban lebih dari US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4.290 triliun (asumsi kurs Rp 14.300). Investor telah mendapat peringatan mengenai masalah arus kas ini, di mana bisa terjadi gagal bayar jika Evergrande tidak mengumpulkan uang dengan cepat. Peringatan itu datang minggu lalu ketika Evergrande menyampaikan ke bursa tengah kesulitan mencari pembeli untuk menjual asetnya. Dalam beberapa hal, sikap agresif Evegrande membuatnya terjerumus masalah.
“Menyimpang jauh dari bisnis intinya, yang merupakan bagian dari bagaimana mereka masuk ke dalam kekacauan ini,” kata Mattie Bekink, Direktur Unit Intelijen Ekonomi China.
Analis Goldman Sachs mengatakan struktur perusahaan juga membuatnya sulit untuk memastikan gambaran yang lebih tepat tentang pemulihannya. Dalam catatan baru-baru ini, mereka menunjuk pada kompleksitas Evergrande Group dan kurangnya informasi yang memadai tentang aset dan kewajiban perusahaan.
3. Langkah yang Ditempuh
Evergrande menyampaikan Rabu lalu ke Bursa Efek Shezhen bahwa terkait pembayaran obligasi domestik yuan telah diselesaikan melalui negosiasi. Jumlah bunga yang terutang pada obligasi adalah sekitar 232 juta yuan (US$ 36 juta) menurut data dari Refinitiv. Kabar tersebut sedikit menenangkan meski banyak pertanyaan yang belum terjawab. Evergrande tak merinci nasib pembayaran bunga senilai US$ 83 juta pada obligasi berdenominasi dolar yang jatuh tempo Kamis.Perusahaan juga telah mencoba untuk menjual menara kantornya di Hong Kong yang dibeli dengan harga sekitar US$1,6 miliar pada tahun 2015.
4. Reaksi Investor
Aksi protes terjadi di kantor pusat Evergrande di Shenzhen. Rekaman dari Reuters menunjukkan sejumlah demonstran di lokasi pada hari Senin, mendatangi seseorang yang diidentifikasi sebagai perwakilan perusahaan. Nilai saham perusahaan telah turun 80% di tahun ini. Awal bulan ini, Fitch dan Moody’s Investors Services sama-sama menurunkan peringkat kredit Evergrande dengan alasan masalah likuiditas.
“Kami melihat default dari beberapa jenis sebagai kemungkinan,” tulis Fitch dalam catatan baru-baru ini.
5. Pemerintah Diminta Turun Tangan
Analis mengharapkan pemerintah China untuk campur tangan untuk membatasi dampak jika Evergrande default. Pekan lalu, Fu Linghui, juru bicara Biro Statistik Nasional China, mengakui adanya kesulitan beberapa perusahaan real estate besar menurut media pemerintah. Tanpa menyebut Evergrande secara langsung, Fu mengatakan bahwa pasar real estat China tetap stabil tahun ini tetapi dampak dari peristiwa baru-baru ini pada perkembangan seluruh industri perlu diperhatikan.
Williams, dari Capital Economics, memperkirakan bahwa bank sentral China akan turun tangan dengan dukungan likuiditas jika kekhawatiran default besar meningkat. Pihak berwenang dikatakan akan mengambil tindakan. Pekan lalu, Bloomberg mengutip sumber anonim yang mengatakan bahwa regulator telah meminta firma hukum internasional King & Wood Mallesons, di antara penasihat lainnya, untuk memeriksa keuangan. King & Wood Mallesons menolak berkomentar.
Dikutip dari Detik.Com