Berita

Mengunjugi Benteng Jepang Anoi Itam, Saksi Bisu Perang Dunia II

×

Mengunjugi Benteng Jepang Anoi Itam, Saksi Bisu Perang Dunia II

Sebarkan artikel ini

Darussalam – Sabang, pulau kecil yang terletak di ujung paling Barat Indonesia, terkenal dengan alamnya yang mempesona, perpaduan pepohonan hijau dengan birunya Samudera Hindia. Pulau kecil nan indah ini turut menyimpan cerita besar sebagai saksi nyata gejolak Perang Dunia II. Pohon, laut, serta bangunan-bangunan yang dulunya menjadi tempat penting aktivitas pemerintah dan militer kini menjadi penyambung sejarah kepada generasi muda Indonesia. Salah satunya cagar budaya Benteng Anoi Itam.

Benteng Anoi Itam atau juga disebut Benteng Jepang merupakan salah satu komplek benteng yang dibangun oleh serdadu militer Jepang kala masih menduduki Indonesia pada tahun 1942 hingga 1945. Disebut sebagai Benteng Anoi Itam karena benteng ini berlokasi di sekitaran pantai Anoi Itam yang terletak di Desa Ujong Kareung, Sukajaya, Sabang, Aceh.

Benteng ini berada di atas bukit yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Benteng ini digunakan oleh militer Jepang sebagai tempat penyimpanan senjata dan juga untuk mengintai perlawanan musuh yang kemungkinan sewaktu-waktu menyerang melalui Samudera Hindia. Oleh sebab itu, benteng ini menyimpan peninggalan senjata meriam sepanjang kurang lebih 3 meter yang kelak dipamerkan dalam benteng utama. Benteng Jepang ini terdapat beberapa titik bangunan, meski hanya satu yang masih tampak utuh berdiri kokoh di puncak bukit, tempat meriam tadi bernaung. Sementara sisanya tertimbun tanah dan sebagian tampak ringkih, terkikis waktu.

Kini komplek Benteng Jepang ini dijadikan salah satu situs cagar budaya dan menjadi tujuan wisata sejarah yang cukup populer di Sabang. Situs ini dilestarikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh (BPCB Aceh). Karena itu, pihak BPCB telah melakukan pemugaran pada komplek benteng, terutama pada benteng utama yang sering dijajaki oleh wisatawan. Pemugaran dilakukan demi kelestarian dan keamanan, upaya pengokohan bangunan dilakukan untuk mencegah kerusakan pada benteng yang membahayakan bagi wisatawan.

Kala Tim Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Perspektif mengunjungi cagar budaya ini, mulanya kami disuguhi pemandangan pantai Anoi Itam yang menyejukkan, bukit tempat komplek benteng berdiri serta tangga-tangga yang memudahkan kami untuk mendaki ke atasnya. Pepohonan hijau di kanan dan kiri tangga serta lautan biru di belakangnya membuat tim semangat untuk terus menjajaki tangga meski di tengah teriknya matahari siang pada Minggu, 21 Mei 2023.

Selanjutnya ketika di tengah-tengah menanjaki tangga, tim disuguhi puing-puing benteng yang tertimbun tanah, berbentuk ruangan petak kecil yang tampak terkikis di sana-sini, dan yang sangat disayangkan terdapat beberapa coretan dari tangan-tangan nakal yang merusak cagar budaya ini. Mendaki lebih tinggi hingga ke puncak bukit, terdapat sebuah bangunan berbentuk petak kecil yang di dalamnya terdapat sebuah meriam yang tampak berkarat dan diatasnya para wisatawan naik untuk mengambil gambar perpaduan benteng dengan lautan biru, pohon pinus, serta batu karang hitam sebagai pembatasnya.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke puncak dan benteng utama ini, pemandangan yang kami dapat tak mengecewakan, pantas saja tempat ini menjadi populer di kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Tim LPM Perspektif sembari menikmati panorama laut dan anginnya yang menentramkan juga sedikit membicarakan kisah di balik benteng ini, menyayangkan tangan-tangan nakal yang merusak dinding benteng, membicarakan betapa indahnya negeri ini dan bagaimana bersyukurnya kita hidup di dunia yang sekarang, bukan di masa-masa saat benteng ini dibangun dan perang masih bergejolak. Tempat-tempat yang indah ini, merekalah yang menjadi saksi betapa panasnya Perang Dunia II dan masa kolonial penjajahan dahulu.

Komplek Benteng Anoi Itam ini dijadikan cagar budaya dan tetap dilestarikan agar kita bangsa Indonesia mulai dari anak-anak, muda-mudi, hingga orang dewasa tetap mengingat bagaimana dahulu tanah kita yang indah nan permai ini pernah diduduki oleh bangsa asing, gejolak konflik, tempat bertarung, tempat bernaung, lautan bahkan menjadi ancaman. Lantas mereka para penjajah meninggalkan jejak-jejak seperti halnya benteng ini. Cagar budaya ini bukan untuk pengingat dendam namun untuk pembelajaran dan penguat bangsa kita. Pun tempat-tempat seperti ini di masa sekarang dapat membawa kemaslahatan bagi masyarakat setempat dengan memanfaatkannya sebagai destinasi wisata sejarah yang menguntungkan.

 

(Perspektif/ Dinda Syahharani)

Editor: Astri