Darussalam – Setelah kita menamatkan jenjang pendidikan SMA, kita akan melanjutkan pendidikan ke universitas. Universitas adalah sebuah institusi pendidikan tinggi dan penelitian yang bertujuan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan gelar akademis dalam berbagai bidang ilmu. Sebuah universitas menyediakan pendidikan mulai dari vokasi, sarjana, pascasarjana hingga doktoral. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 3.225 universitas yang ada di Indonesia yang terbagi menjadi 121 universitas negeri dan 3.104 universitas swasta. Jumlah ini turun sedikit dari tahun sebelumnya yaitu 3.280 universitas dengan 99 universitas negeri dan 3.181 universitas swasta. Saat ini, provinsi dengan jumlah universitas terbanyak adalah Provinsi DKI Jakarta dengan 393 universitas diantaranya 12 universitas negeri dan 381 universitas swasta.
Menjadi bagian dari kampus bergengsi dan ternama tentunya menjadi keinginan banyak orang, mengingat banyaknya benefit yang ditawarkan ketika kita menjadi bagian dari kampus bergengsi, sebut saja seperti fasilitas perkuliahan yang memadai, jaringan pertemanan yang luas, bertemu dengan para civitas akademik yang hebat dan berbagai manfaat lainnya. Namun, terlepas dari bagaimana pentingnya akreditasi dan citra yang ada pada suatu kampus tentunya perlu melalui berbagai penilaian berbagai pihak baik formal melalui lembaga maupun non formal melalui diskusi penilaian ringan masyarakat.
Dilansir dari laman Webometrics, terdapat 4 indikator yang digunakan sebagai acuan dalam penilaian untuk pemeringkatan PTS dan PTN. Yang pertama adalah Presence(dengan bobot 5%). Kriteria ini merupakan jumlah halaman website dari domain web utama termasuk seluruh subdomain yang ada di perguruan tinggi. Sumbernya didapatkan dari Google. Yang kedua adalah Visibility (dengan bobot 50%). Visibility merupakan jumlah eksternal link unik yang terhubung ke domain web perguruan tinggi yang dinormalisasi dan kemudian nilai rata-rata. Sumber datanya dari Ahrefs Majestic. Yang ketiga adalah Transparency/Openness (dengan bobot 10%). Kriteria ini merupakan jumlah kutipan dari 210 penulis teratas. Datanya bersumber dari Google Scholar. Yang keempat adalah Excellence or Scholar (dengan bobot 35%). Kriteria ini merupakan jumlah 10 persen makalah teratas yang paling banyak dikutip dari masing-masing 26 disiplin ilmu yang dilihat dari seluruh database untuk periode 5 tahun (2014-2018). Sumbernya berasal dari Scimago.
Berdasarkan versi Webometrics, Universitas Syiah Kuala(USK) menduduki peringkat ke-17 pada tahun 2021. Peringkat tersebut menjadikan Universitas Syiah Kuala menjadi universitas terbaik di Pulau Sumatera. Peringkat tersebut merupakan suatu kemajuan bagi Universitas Syiah Kuala sendiri. Sementara itu, Universitas Sumatera Utara menduduki peringkat ke-19 dan Universitas Andalas menduduki peringkat ke-22. Namun, pantaskah USK menduduki peringkat ke-17 pada tahun 2021? Hal ini tentunya menjadi kebanggaan bagi USK, namun perlu digarisbawahi bahwa pemeringkatan ini tidak serta merta menjadikan USK berpuas hati dengan perolehan ini. Tentunya ada upaya lebih lanjut dari para civitas akademik untuk terus mengeksplor dan mengembangkan potensi para mahasiswa serta pemajuan berbagai sarana penunjang belajar mahasiswa.
Dengan peringkat ke-17 universitas terbaik di Indonesia, USK harus terus berupaya untuk meningkatkan administrasi dan pelayanan kepada mahasiswanya. Peningkatan pelayanan tersebut bertujuan untuk memfasilitasi kegiatan akademik maupun non-akademik mahasiswa di lingkungan kampus. Hal tersebut diharapkan bisa membantu melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi dan memiliki keterampilan yang memadai. Hal utama yang bisa dilakukan oleh pihak kampus adalah meningkatkan kualitas website-website resmi seperti Simkuliah, KRS Online hingga E-Learning, dan juga meningkatkan kualitas Perpustakan Universitas guna mendukung sarana prasarana mahasiswa untuk mendapatkan ilmu tambahan dengan cara seperti menambahkan buku-buku berskala internasional.
Universitas Syiah Kuala seharusnya lebih memfokuskan kepada kualitas pelayanan kesehatan bagi mahasiswanya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas Rumah Sakit Prince Nayef USK hingga bisa setara dengan kualitas rumah sakit umum di Provinsi Aceh, lebih memperhatikan asrama mahasiswa yang lebih baik dengan kualitas lebih bagus, dan juga mempertimbangkan untuk mengadakan alat transportasi umum khusus universitas (bis umum) yang beroperasi dari pagi hingga sore seperti yang dilakukan oleh Universitas Indonesia. Hal tersebut karena mempertimbangkan banyaknya mahasiswa USK yang merupakan mahasiswa rantauan yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Selain itu, Universitas seharusnya juga memfasilitasi sarana prasarana untuk menunjang keperluan mahasiswa seperti hotspot universitas dengan kecepatan internet yang memadai.
“USK harusnya lebih memperhatikan indikator pembelajaran untuk mendapatkan indeks A, karena kualitas soal di copas dari buku dimana seharusnya dosen bisa mengoleksi soal sendiri, tidak melulu harus copy dan paste dari internet karena indikator penilaian seperti ini sangat rendah jika dibandingkan dengan universitas seperti UGM, UI, dan ITB,” ujar Muharram salah satu mahasiswa IBEP 2020 yang dulunya pernah menempuh pendidikan di ITB.
Menurutnya, indeks penilaian yang hanya berbasis teoritis saja itu sangat rendah jika dibandingkan dengan UGM, UI dan ITB. Terlebih lagi jika tipe soalnya bukanlah Hots (high order thingking) dan hanya bermodalkan soal di buku untuk dijadikan acuan penilaian. Hal ini dirasa sangat tidak sebanding jika mahasiswa mendapatkan A sedangkan ia tidak mempunyai kemampuan apa–apa yang mendukung nilai A nya tersebut.
Muharram juga menuturkan bahwa harusnya dengan berada di level peringkat 17, USK bisa lebih memperhatikan lagi kualitas pembelajarannya, banyak hal yang perlu ditinjau ulang. Seperti halnya mata kuliah yang harusnya bisa tercover dalam satu mata kuliah, justru dibebankan kepada mahasiswa dalam mata kuliah lainnya sehingga hal ini terkesan memboroskan SKS jika hanya mempelajari hal sama berulang kali.
“Karena ada beberapa mata kuliah yang dirasa tidak perlu, seperti pendidikan kebencanan yang harusnya sudah tercover dalam ilmu alamiah dasar sehingga terkesan seperti memboroskan SKS,” tutur Muharram.
Penuturan Muharram justru membuka titik terang bagi perbaikan kualitas pembelajaran mahasiswa USK kedepannya. Peninjauan ulang dan perbaikan secara restruktif juga dapat ditempuh agar kualitas USK tidak kalah dengan kampus–kampus bergensi lainnya baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
(Perspektif/ Rayyan &Putri Amalia)
Editor : Jannah