Darussalam – Kesehatan mental merupakan kata yang seringkali terdengar dan diucapkan belakangan ini. Kesehatan mental itu sendiri menurut WHO adalah suatu keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Ini berarti seseorang harus dinyatakan sehat secara fisik dan batin terlebih dahulu untuk mencapai kesehatan mental. Apabila dapat mencapai, hal ini tidak menutup kemungkinan untuk kita bisa selalu menikmati hari-hari dan menghargai lingkungan sekitar.
Jika kesehatan mental terganggu maka akan menimbulkan penyakit yang kita kenal sebagai penyakit mental. Penyakit mental ini tentunya akan sangat mempengaruhi cara berinteraksi, pandang, sifat, hingga cara pengambilan keputusan pada diri seseorang. Hal ini sangat disayangkan apabila menimpa para pelajar, terutama mahasiswa yang seharusnya mampu belajar dan berkarya dengan mental yang stabil untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
Mahasiswa kini mengalami tantangan yang lebih banyak dalam menghadapi dunia. Beberapa penyebab diantaranya terjadi akibat media sosial, pandemi corona, inflasi, hingga tekanan dari generasi sebelumnya. Kesadaran akan kesehatan mental juga menjadi bagian yang mempengaruhi tekanan sebab manusia semakin sadar dan mengerti tentang apa yang dirasakannya.
Media sosial diketahui sebagai salah satu penyumbang terbesar dalam mempengaruhi kesehatan mental. Di kalangan mahasiswa kini bahkan media sosial seolah-olah telah menjadi bagian dari hidup yang tidak bisa dilepaskan. Beragam pengaruh buruk media sosial bagi mental antara lain gangguan kecemasan, rasa tidak percaya diri, Fear Of Missing Out (FOMO), depresi, kecanduan, bahkan gangguan pada jam tidur. Selain itu pandemi juga menghadirkan realitas baru bekerja dari rumah, pengangguran sementara, sekolah anak-anak dirumah, dan kurangnya kontak fisik dengan anggota keluarga, teman, dan kolega lainnya merupakan hal yang penuh tantangan bagi tidak sedikit orang. Membiasakan diri, beradaptasi dengan perubahan gaya hidup seperti ini, dan mengelola rasa takut tertular virus dan kekhawatiran tentang orang-orang dekat kita yang sangat rentan, merupakan tantangan yang lebih berat lagi bagi orang yang sedang mengalami penyakit kesehatan mental.
Kampus yang mana merupakan salah satu tempat utama para mahasiswa beraktivitas memiliki kesempatan besar untuk hadir mendukung kesehatan mental mahasiswa sebagai bagian dari kewajiban moral yang dapat dilakukan oleh kampus. Sebagaimana yang kita ketahui kekhawatiran akan akademik adalah salah satu penyumbang kecemasan terbesar pada diri mahasiswa.
Kampus bisa memulai hal ini dengan menjadikan piagam Okanagan sebagai pegangan. Piagam Okanagan dibentuk pada Juni 2015 untuk mempromosikan kesehatan mental di tingkat universitas. Piagam ini menyerukan universitas untuk memastikan kesehatan keseluruh budaya dan kegiatan kampus, serta memimpin promosi kesehatan mental baik ditingkat lokal maupun global. Sejumlah cara yang dapat dilakukan oleh kampus misalnya, pemotongan jam belajar yang terlalu panjang, mengurangi tugas-tugas terutama tugas dengan deadline yang tidak sesuai, menerapkan lingkungan belajar yang nyaman serta kondusif, dll.
Bersangkutan dengan hal ini, kampus USK bisa memulai dengan menyediakan layanan konseling psikologi bagi setiap mahasiswanya, terutama pada mahasiswa baru yang perlu beradaptasi dan mahasiswa akhir. Selain itu, tes kesehatan mental untuk mahasiswa di setiap tingkatan mestinya dapat dilakukan setiap tahun agar meminimalisir terjadinya tekanan mental dan menghasilkan lulusan yang jauh lebih berkualitas dari segi batin.
(Perspektif/ Shahira, Syuja)