Darussalam – Ridwan Nurdin (49) adalah Dosen Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah yang sekaligus ‘Mantan Aktivis’ tahun 1990an. Siapa sangka dosen tetap prodi Ekonomi Islam tersebut, duluya adalah Mantan Aktivitis, tak tanggung-tanggung LAKSUS (Pelaksana Khusus) masa pemerintahan Soeharto pun pernah ia hadapi.
Tepat 9 Juni 1970, setahun setelah kelahirannya di Meureudu, Pidie Jaya Ayah dan Ibundanya memboyongnya yang masih mungil ke perantauan Ibukota, dan menghabiskan masa Remaja nya disana. Tahun 1989, Ia Kembali ke tanah rencong, dan melanjutkan pendidikan di S1 Manajemen di Fakultas Ekonomi yang waktu itu belum ada Bisnisnya. Menghabiskan 14 Semester membuatnya sangat mencintai kampus ini dengan segenap pengalaman organisasi yang menuai kisah kasih.
Aktif di bidang akademik, aktif pula pada non akademiknya, begitu persepsinya. Sederet Organisasi pun diikutinya, diantaranya, Pelajar Islam Indonesia (PII) (1988 – 1992) sekaligus ternobatkan sebagai ketua, Forum Silahturahmi Mahasiswa (FOSMA) (1990 – 1992) membuatnya mendapatkan label ‘Mantan Akivis’ yang sejak dulu suka menyuarakan kegiatan dakwah di lingkungan Unsyiah, padahal saat itu masih dalam krisis GAM.
Perihal sebelit kata Aktivis yang melekat pada dirinya, Ridwan mengaku pernah ditahan dari 18 Agustus hingga 2 Oktober 1992 atas organisasi yang diikutinya. Pelajar Islam Indonesia atau PII menjadi salah satu organisasi di Aceh yang sempat tidak mengakui Pancasila sebagai asas utamanya. “Waktu itu tahun kepemimpinan Suharto, yang dimana asas tunggal semua organisasi diwajibkan berdasarkan Pancasila, tapikan PII ini berdasarkan Islam, makanya waktu itu sempat kontra juga.” Tuturnya
Tak ada angin tak ada hujan, Ridwan dan beberapa kawan PII-nya mendapat panggilan dari LAKSUS (Pelaksana Khusus). “Alhamdulillah kami cuman sekedar diintrogasi biasa aja. Yang bikin takut karena dimeja introgasi saja ada alat penyetrum. Intinya kami diminta untuk mengakui Pancasila sebagai asas dasarnya.” ungkapnya sambil tertawa.
Mengenang masa konflik di Aceh, mantan aktivis ini sangat bersyukur dengan berkembangnya Indonesia menjadi lebih baik dari masa nya saat itu. Apalagi bagi aktivis yang dulunya hanya bisa membungkam untuk menyuarakan suara mahasiswa, sekarang dapat lebih leluasa dalam segala aspirasi yang ingin dituangkan
Kita sebagai manusia pun bukan hal lumrah lagi apabila kita diwajibkan memiliki Visi dan Misi dalam kehidupan ini. “Plan for ourself itu sangat penting.” Ridwan pun mengatakan kunci sukses miliknya, Allah dan saya saja cukup. (vanna)