Berita

Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Pertama Sumatera Asal Aceh

×

Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Pertama Sumatera Asal Aceh

Sebarkan artikel ini

Darussalam – Pada awal kemerdekaan tahun 1945, wilayah Indonesia dibagi menjadi delapan provinsi setelah sidang panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 19 Agustus. Dalam sidang tersebut dicapai kesepakatan pembagian wilayah Republik Indonesia dalam delapan provinsi, yang terdiri dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa, Borneo (Kalimantan), Sulawesi, Sunda Kecil, dan Maluku.

Pada saat itu yang dipercayakan menjadi  Gubernur Sumatera adalah seseorang yang berasal dari Aceh dan ia menjadi satu-satunya gubernur Sumatera yang pernah ada. Beliau adalah Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Provinsi Sumatera pertama setelah Indonesia merdeka lalu menjadi  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1948 hingga tahun 1949 dalam Kabinet Darurat.

Teuku Muhammad Hasan, awalnya dikenal dengan nama Teuku Sarung atau Teuku Sarong, lahir di Gampong Peukan, Pidie, Aceh, 4 April 1906. Ayah dan ibunya, Teuku Bintara Pineung Ibrahim dan Cut Manyak, mengganti namanya menjadi Teuku Muhammad Hasan karena ia sering sakit.

Pendidikannya dimulai di Sekolah Rakyat (Volksschool) di Lampoeh Saka pada 1914-1917 dan kemudian ia melanjutkan sekolah di sebuah sekolah berbahasa Belanda Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1924, dan Koningen Wilhelmina School (KWS) di Batavia (sekarang Jakarta). Hasan juga masuk Rechtschoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum). Pada usia 25 tahun, T.M Hasan memutuskan untuk bersekolah di Leiden University, Belanda. Setelah kembali dari perantauan, beliau aktif dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Perjalanan politik Teuku Muhammad Hasan dimulai pada 7 Agustus 1945 ketika ia bergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Sebagai anggota PPKI, Hasan ikut serta dalam pengambilan keputusan penting di masa-masa awal kemerdekaan Indonesia dan juga salah satu orang yang membantu penyusunan Pembukaan UUD 1945.

Pemilihan Gubernur Sumatera pertama diselenggarakan secara musyawarah. Bermula dari pembicaraan antara Dr. Mohammad Amir dan Mohammad Hasan. Yang mana keduanya adalah anggota PPKI yang sama-sama berasal/mewakili Sumatera. Amir berasal dari Minangkabau sedangkan Hasan berasal dari Aceh.

Pada malam 19 Agustus, Amir dan Hasan berbincang di Jakarta untuk memberikan pertimbangan kepada presiden Soekarno tentang beberapa hal, salah satu pembahasan yang akan diajukan kepada Soekarno adalah siapa yang akan menjadi gubernur Sumatera. Keesokan harinya, tercapai kesepakatan untuk mengangkat Hasan sebagai Gubernur Sumatera, dan hal tersebut disetujui oleh presiden Soekarno.

Teuku Muhammad Hasan diangkat menjadi Gubernur Sumatera pertama pada 22 Agustus 1945 dengan ibu kota provinsi di Medan. Beliau menjadi satu dari delapan gubernur pertama Indonesia yang memimpin. Dan menjadi satu-satunya Gubernur Sumatera sebelum dimekarkan menjadi banyak provinsi. Beliau dipercaya untuk menjadi pemimpin administrasi di pulau terbesar keenam di dunia itu hingga tahun 1948.

Ketika Republik Indonesia kembali diguncang oleh Agresi Militer Belanda II pada akhir 1948 dan ditahannya para pemimpin negara seperti Sukarno, Hatta, serta Sutan Sjahrir, Hasan beserta para tokoh nasional lainnya yang berada di Sumatera, termasuk Syafruddin Prawiranegara, bergerak cepat untuk menyelamatkan pemerintahan dari kekosongan.

Dari Bukittinggi, Sumatra Barat, dibentuklah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai pembuktian kepada dunia internasional bahwa Indonesia masih berdiri. Hasan menjabat sebagai Wakil Ketua PDRI sekaligus Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, serta Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Setelah penyerahan kedaulatan secara resmi dari Belanda kepada Indonesia tahun 1950, Hasan tidak terlalu terlibat di dalam kabinet. Ia memilih berkiprah di parlemen dan menjadi Ketua Komisi Perdagangan dan Industri di Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS).

Hasan berperan besar dalam memelopori upaya nasionalisasi usaha-usaha pertambangan di tanah air. Ia menjadi Ketua Panitia Negara Urusan Pertambangan (PNUP) pada Maret 1956 dan sukses menasionalisasikan sejumlah perusahaan minyak asing yang nantinya menjadi cikal-bakal Pertamina. Selama era Orde Baru, Hasan tampak menjauh dari hingar-bingar politik. Ia memutuskan kembali ke dunia pendidikan yang telah lama ditinggalkannya dengan merintis pendirian Universitas Serambi Mekah di Banda Aceh pada 21 Maret 1984.

(Perspektif/zaidanshadiqr)

Editor : Dinda Syahharani