Darussalam – Menjadi seorang akuntan yang memiliki kredibilitas tinggi tentu membutuhkan banyak sertifikasi untuk mendapatkan legitimasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Hal inilah yang tengah diupayakan oleh Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (USK) yang memiliki misi untuk melahirkan sarjana akuntansi yang berkompeten. Melalui kolaborasi yang dicanangkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Aceh, Prodi Akuntansi memberlakukan adanya ujian komprehensif, salah satu diantaranya Ujian Sertifikasi Keahlian Akuntansi Dasar (USKAD). USKAD ini bersifat wajib untuk diikuti oleh seluruh mahasiswa akuntansi FEB USK sebelum naik menuju sidang akhir. Tujuan USKAD ini adalah untuk mengukur keahlian mahasiswa terkait kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Sebagai ikatan profesi, IAI Wilayah Aceh memiliki beberapa program kerja yang terlibat dalam dunia pendidikan, industri dan pemerintahan. Sejak tahun 2020, IAI Wilayah Aceh telah banyak melakukan kolaborasi di bidang akademisi dengan kampus-kampus yang memiliki program studi akuntansi sebagai media pengembangan akademik yang berkaitan dengan kompetensi mahasiswa akuntansi. Beberapa kampus yang telah memiliki perjanjian kerja sama serupa meliputi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Malikussaleh, Universitas Samudra, Universitas Abulyatama dan Politeknik Aceh. Perjanjian kerja sama ini melibatkan civitas kampus yang terdiri dari dosen dan mahasiswa, dengan harapan setiap dosen atau tenaga pengajar di Prodi Akuntansi telah memiliki sertifikat kualifikasi Chartered Accountant (CA), sementara untuk para mahasiswanya diberlakukan ujian komprehensif melalui USKAD sebagai bagian dari mata kuliah.
Namun begitu, pada setiap kebijakan yang ditetapkan tentu selalu menimbulkan problematika yang tak dapat terhindarkan. Adanya berbagai macam pro dan kontra terkait USKAD menjadi perdebatan epik belakangan ini, terutama di kalangan mahasiswa akuntansi. Menilik dari beberapa pengalaman mahasiswa akhir jurusan akuntansi, mereka merasa keberatan dan kesulitan dalam menghadapi ujian ini. Tak main-main, mahasiswa akuntansi bahkan diketahui jarang sekali mendapatkan nilai A pada ujian ini. Nilai tertinggi rata-rata yang didapatkan mahasiswa hanya berkisar antara B – BC saja. Selain karena tingkat kesulitannya, USKAD ini juga memungut biaya yang tak murah. Alhasil, beberapa mahasiswa yang gagal dalam ujian ini harus kembali mengikuti ujian ulang, menggerutu pasrah merelakan dompet yang lagi-lagi kering kerontang. Hal ini selalu menjadi perkara yang tak berkesudahan di kala menjelang babak akhir drama perskripsian.
“Ini sudah keempat kalinya saya mengikuti USKAD, biaya yang dikeluarkan pun sudah sejuta lebih. Kini kesulitannya bahkan dinaikkan lagi, saya jadi khawatir dan bingung karena mau sidang pun tersendat dengan adanya USKAD ini,” keluh RD yang merupakan mahasiswa akhir jurusan akuntansi.
Tak berhenti sampai di situ, beberapa mahasiswa akuntansi juga mengeluhkan kendala-kendala yang dihadapi saat mengikuti ujian ini. Mulai dari mati lampu, jaringan internet yang tidak stabil, hingga terjadinya eror saat mengakses e-learning. Hal ini sangat disayangkan mengingat biaya yang telah mereka keluarkan untuk mengikuti USKAD ini seharusnya sudah meliputi akses dan fasilitas yang memadai. Kendala ini bahkan terjadi berulang kali sehingga menjadi keresahan tersendiri bagi mahasiswa tiap kali melaksanakan USKAD.
Pengadaan USKAD ini juga dinilai sangat terbatas dengan jatah per-ujiannya hanya menampung 30-35 mahasiswa saja dalam jarak pelaksanaan USKAD yang cukup lama yaitu dua bulan sekali. Para mahasiswa pun kerap kali berlomba-lomba untuk bisa mendapatkan kursi terutama bagi mahasiswa yang memang sudah terdesak untuk segera mengikuti sidang akhir. Perkara ini kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah USKAD memang tidak memiliki alternatif lain sehingga akan selalu menjadi satu-satunya jalan dan syarat mutlak bagi mahasiswa yang ingin naik menuju sidang akhir?
Ketua IAI Wilayah Aceh, Dr. Fazli Syam Bz, S.E., M.Si., Ak., CA., meluruskan bahwa pengertian mutlak ini bukan terletak pada USKAD, tetapi posisi mutlak itu ada pada ujian komprehensif yang merupakan bagian dari mata kuliah jurusan akuntansi. Esensi dari USKAD ini sendiri dilaksanakan untuk melihat sejauh mana kemampuan mahasiswa terkait akuntansi dasar yang telah dipelajari selama perkuliahan. Agar pengukuran kompetensi mahasiswa lebih jelas dan memiliki legalitas dari organisasi profesi, maka ujian komprehensif ini kemudian dikonversikan dengan sertifikat kompetensi dari USKAD. Berkenaan dengan hal tersebut, Bapak Fazli juga menegaskan bahwa alternatif seperti surat pengganti sertifikat yang diadaptasikan pada ujian TOEFL menurutnya tidak relevan untuk disandingkan pada konsep USKAD dan dijadikan tolak ukur bagi kompetensi mahasiswa. Visi misi Prodi Akuntansi memang menargetkan untuk meluluskan mahasiswanya tepat waktu dengan akreditasi cumlaude, tetapi disaat yang bersamaan pula Prodi Akuntansi tidak ingin menurunkan kualitas sarjananya sehingga Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang didapatkan mahasiswa memang layak dan dapat dipertanggung jawabkan.
“Ketika seorang mahasiswa memilih untuk berkecimpung di jurusan akuntansi, maka sudah dianggap bahwa mereka serius untuk memiliki passion di bidang akuntansi. USKAD Ini bagian dari perbaikan kompetensi mahasiswa agar menjadi persiapan mereka di dunia kerja kelak saat dihadapkan dengan siklus akuntansi,” ujar Pak Fazli.
Kendati demikian, pemberlakuan USKAD sebagai ujian komprehensif dengan menetapkan tarif harga tersendiri ternyata menjadi ambiguitas di kalangan mahasiswa. Menurut mereka, jika ujian komprehensif ini merupakan bagian dari mata kuliah yang harus diambil oleh seorang mahasiswa akuntansi, seharusnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah dibayarkan oleh mahasiswa per semesternya telah menutupi keperluan mata kuliah tersebut. Keluhan terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk mengikuti USKAD ini kian menjadi hambatan bagi sebagian besar mahasiswa. Menanggapi hal tersebut, prodi kemudian turut memberikan dukungan berupa mentoring class dan keringanan biaya untuk beberapa mahasiswa terpilih yang berprestasi. Biasanya bantuan finansial ini hanya diberikan kepada 5 atau lebih mahasiswa tergantung berapa jumlah mahasiswa yang memiliki prestasi di periode bersangkutan. Adapun mahasiswa berharap prodi dapat lebih banyak mengayomi dan memberikan bantuannya secara merata, bukan hanya pada mahasiswa tertentu saja. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas dari mahasiswa akuntansi terkait USKAD ini hendaknya juga ditekankan sejak dini dengan memberikan sosialisasi sedari semester awal.
Tuntutan demi tuntutan terus dilambungkan demi menuai calon akuntan yang berkredibilitas tinggi dengan kemampuan yang memadai. Ini merupakan dedikasi dari Prodi Akuntansi untuk dapat melahirkan sarjana akuntansi yang berkualitas. Tentu sebagai mahasiswa kita selalu menginginkan yang terbaik, dengan harapan prodi tetap mendampingi dan mengayomi. Semoga ke depannya USKAD dapat dilaksanakan secara efektif tanpa memberatkan finansial mahasiswa, pun tanpa menghambat alur menuju pemindahan tali toga.
Perspektif / Sigma Amoba & Diki