Darussalam – Dinamika hubungan antara pemerintah dan masyarakat merupakan pondasi utama terciptanya tatanan sosial dan politik yang sehat di suatu negara. Bagaimana tidak ? Hubungan antara kedua pihak ini mempengaruhi berbagai upaya negara untuk kesejahteraan masyarakat, mulai dari pelayanan publik hingga peningkatan kualitas demokrasi.
Menelusuri data Democracy Index tahun 2021, Indonesia termasuk negara dengan demokrasi cacat, dengan total skor 6,71. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, khususnya dalam aspek kebijakan publik, sebagaimana tercermin dalam indikator demokrasi. Masalah ketidakpercayaan ini menjadi tantangan serius dalam upaya memperkuat demokrasi di Indonesia.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terbaru mengenai tingkat kepercayaan warga terhadap sejumlah lembaga negara. Salah satu temuan paling mencolok adalah rendahnya kepercayaan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik. Hasil survei menunjukkan bahwa hanya 5% responden yang sangat percaya terhadap DPR, sementara 44% merasa cukup percaya, 29% kurang percaya, dan 14% sama sekali tidak percaya.
Dalam setiap pergantian pemerintahan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah selalu berfluktuasi, bergantung pada kinerja dan sosok pemimpin negara. Survei Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 15 Januari-17 Februari 2022 menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi. Tingkat ketidakpuasan tersebut tercatat sebesar 30,8% pada etnis Minang, 44% pada etnis Sunda, dan 47,9% pada etnis Betawi. Meski demikian, mayoritas masyarakat justru merasa puas terhadap kepemimpinan Jokowi, dengan persentase mencapai (70,9%). Sementara itu, 24,9% responden menyatakan tidak puas, dan 4,2% sisanya memilih untuk tidak menjawab.
Sementara itu, dalam survei Indikator Politik Indonesia periode 10-15 Oktober 2024, Presiden ke-8 Republik Indonesia, Prabowo Subianto, memperoleh tingkat kepercayaan yang cukup tinggi dari masyarakat. Hasil survei menunjukkan bahwa 85,3% responden menaruh kepercayaan pada kepemimpinannnya. Survei ini dilakukan dengan metode multistage random sampling, melibatkan 1.200 responden dari seluruh provinsi di Indonesia, dengan margin of error sekitar 2,9%. Hasil ini mencerminkan optimisme masyarakat bahwa Prabowo mampu membawa Indonesia ke arah yang lebih maju. Mengenai apakah keyakinan ini akan terwujud, sebagai warga negara, sudah sepatutnya kita berharap yang terbaik untuk Zamrud Khatulistiwa ini.
Terlepas dari kepercayaan terhadap keterlibatan pemimpin negara, data dan fakta yang ada menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga negara masih belum mencapai harapan atau berada pada tingkat yang memuaskan. Jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin kredibilitas pemerintah akan semakin melemah, dan pemerintah berisiko mengalami diskreditasi.
Diskreditasi pemerintah merujuk pada hilangnya reputasi pemerintah akibat menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap eksekutif dan lembaga-lembaga negara. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berikut adalah beberapa faktor internal yang memengaruhi kepercayaan publik terhadap pemerintah:
- Faktor Internal
- Korupsi
Korupsi masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Berdasarkan laporan Transparency International tahun 2022, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia hanya mencapai skor 34 dari 100, menempatkan Indonesia di peringkat 110 dari 180 negara. Angka ini menunjukkan bahwa praktik korupsi masih marak terjadi, terutama di kalangan pejabat pemerintah, yang semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
- Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas
Selain korupsi, transparansi dan akuntabilitas juga merupakan pilar penting dalam negara demokrasi. Keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan tanggung jawab pemerintah kepada publik. Informasi yang diberikan harus objektif dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas.
Salah satu contoh ketidaktransparanan pemerintah adalah dalam pengelolaan anggaran penanganan Covid-19. Hingga saat ini, informasi mengenai harga pembelian, pengadaan kontrak, dan harga satuan vaksin Covid-19 belum dibuka ke publik. Ketidakjelasan seperti ini menimbulkan kecurigaan akan adanya penyalahgunaan anggaran oleh pejabat publik. Jika pemerintah terus bersikap tertutup dalam pengelolaan anggaran atau proyek-proyek besar, kepercayaan publik akan semakin terkikis.
- Kebijakan
Setiap pergantian kepemimpinan, kebijakan pemerintah sering kali berubah sesuai dengan arah dan visi pemimpin yang baru. Perubahan kebijakan yang drastis dan kurang mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat dapat menimbulkan keresahan di kalangan rakyat.
Beberapa kebijakan yang mendapat penolakan besar dalam beberapa tahun terakhir, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kebijakan terkait buruh, menunjukkan adanya ketimpangan dalam proses pengambilan keputusan. Jika pemerintah lebih terbuka terhadap aspirasi masyarakat dan melibatkan warga dalam penyusunan kebijakan, maka hasilnya akan lebih relevan dan berpihak kepada rakyat. Para akademisi bahkan mengingatkan bahwa krisis kepercayaan terhadap pemerintah bisa semakin memburuk jika tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan publik dalam waktu dekat.
- Pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia)
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) bukanlah isu baru di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa kasus-kasus pelanggaran HAM telah terjadi sejak sebelum Indonesia merdeka dan masih berlanjut hingga saat ini. Sepanjang tahun 2024, Komnas HAM menerima dan menangani 2.305 kasus pelanggaran HAM. Dari jumlah tersebut, Polri menjadi institusi yang paling banyak diadukan dengan 663 laporan, diikuti oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat (433 laporan), serta korporasi (321 laporan). Tingginya angka pengaduan terhadap institusi negara mencerminkan masih lemahnya penegakan HAM di Indonesia.
Jika permasalahan-permasalahan di atas tidak segera diatasi, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan terus mengalami kemunduran. Oleh karena itu, diperlukan langkah nyata dalam memperbaiki transparansi, akuntabilitas, dan konsistensi kebijakan, serta memastikan perlindungan hak-hak masyarakat guna membangun pemerintahan yang lebih kredibel dan dipercaya oleh rakyat.
Selain faktor internal, terdapat faktor eksternal yang turut berkontribusi terhadap menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Faktor-faktor ini mencakup:
- Faktor Eksternal
- Media dan Opini
Perkembangan media dan derasnya arus informasi di dunia maya menjadi elemen penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap pemerintah. Peran akademisi, politisi, dan kelompok oposisi semakin memperkaya sudut pandang publik, mendorong masyarakat untuk lebih kritis dan tidak sekadar menjadi penonton dalam dinamika politik dan kebijakan negara.
- Gerakan Sosial
Media juga menjadi wadah bagi gerakan sosial untuk menyuarakan aspirasi dan kritik terhadap pemerintah. Berbagai aksi demonstrasi yang terjadi sering kali dipicu oleh kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat. Misalnya, pada 20 Maret 2025, masyarakat dari berbagai elemen turun ke jalan, termasuk mahasiswa, untuk menggelar aksi di depan Gedung DPR. Demonstrasi ini dilakukan sebagai respons terhadap rapat paripurna DPR yang membahas pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi Undang-Undang.
Tidak hanya itu, aksi serupa juga pernah terjadi pada 23–24 September 2019, ketika ribuan mahasiswa berkumpul di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Mereka menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), yang dinilai sebagai upaya melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Fenomena ini menunjukkan bahwa gerakan sosial memiliki peran besar dalam menekan pemerintah untuk lebih transparan dan berpihak pada kepentingan rakyat.
- Pengaruh Asing
Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan intervensi asing. Hubungan antarnegara yang saling berkepentingan sering kali memengaruhi kebijakan nasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Globalisasi yang semakin mempercepat arus informasi dan interaksi lintas negara membawa manfaat, tetapi juga berisiko jika tidak dikelola dengan baik. Ketergantungan dalam aspek ekonomi, politik, dan pertahanan terhadap negara lain dapat memengaruhi stabilitas dalam negeri serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Begitulah, ketidakpercayaan dan diskredit masyarakat terhadap pemerintah yang sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. Baik faktor internal maupun eksternal memiliki dampak yang signifikan, sehingga diperlukan aksi nyata dan perbaikan berkelanjutan dari pemerintah agar kredibilitas serta kepercayaan publik dapat dipulihkan secara bertahap.
(Perspektif/Mazaya)
Editor: Nabila Anris