BeritaNasionalOpiniSuara Pembaca

Menjaga Kredibilitas Halal melalui Peran Strategis Pengawas Jaminan Produk Halal dalam Rantai Industri

×

Menjaga Kredibilitas Halal melalui Peran Strategis Pengawas Jaminan Produk Halal dalam Rantai Industri

Sebarkan artikel ini
By : Muhammad Azwar, S.E., M.E.

Darussalam – Dalam beberapa dekade terakhir, istilah halal telah berkembang melampaui maknanya yang semata-mata religius. Di era industri global ini, halal menjadi simbol kepercayaan, jaminan kualitas, dan komitmen etis dalam rantai pasok produk. Bagi konsumen Muslim, label halal tidak hanya sekadar informasi di kemasan saja, melainkan bentuk kepastian spiritual atas apa yang dikonsumsi. Namun, untuk mendapatkan label halal tersebut, diperlukan proses yang tidak sederhana. Proses ini melibatkan regulasi, administrasi, audit, validasi, dan yang terpenting yaitu pengawasan jaminan produk halal. Pengawasan inilah yang berperan sebagai jembatan antara nilai-nilai syariat serta realitas industri.

Pengawasan jaminan produk halal memainkan peran krusial dalam memastikan bahwa prinsip syariat Islam tidak berhenti pada tatanan fatwa saja, akan tetapi benar-benar diterapkan dalam realita praktik industri oleh produsen. Pengawasan jaminan produk halal menjadi garda terdepan yang menjembatani harapan konsumen dengan kepatuhan produsen. Pengawasan jaminan produk halal tidak dapat dipahami hanya sebagai mekanisme prosedural, melainkan juga sebagai fungsi strategis yang menentukan keabsahan dan kredibilitas sistem halal secara menyeluruh.

Industri halal saat ini mengalami transformasi yang signifikan. Di satu sisi, pasar produk halal terus tumbuh dengan proyeksi mencapai US$ 1,3 triliun pada 2025 atau sekitar Rp20.670 triliun  (US$1= 15.900), melonjak dari US$ 899,9 juta pada 2018 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 5,2% selama periode 2018-2028. Di sisi lain, rantai pasok produk menjadi semakin kompleks, melibatkan bahan baku lintas negara, teknologi produksi tinggi, dan tuntutan efisiensi bisnis. Situasi ini menciptakan tantangan baru bagi pengawasan jaminan produk halal. Kini, pengawas tidak hanya harus memahami hukum agama, tetapi juga mesti menguasai perkembangan industri, perubahan regulasi, serta manajemen risiko kontaminasi silang dan manipulasi bahan-bahan.

Dalam praktiknya, pengawasan jaminan produk halal bukan hanya memastikan tidak adanya unsur haram, tetapi juga menjamin traceability (kemampuan untuk melacak asal-usul bahan baku dan proses produksi secara menyeluruh). Hal ini menjadi semakin penting di era digital, di mana konsumen tidak lagi hanya menuntut kehalalan, tetapi juga transparansi dan integritas dalam prosesnya. Label halal yang ditempel pada sebuah kemasan tidak akan memiliki makna apa-apa jika tidak dibarengi dengan sistem pengawasan yang kuat, berintegritas, dan adaptif terhadap perkembangan zaman.

Implementasi pengawasan jaminan produk halal masih menghadapi berbagai macam tantangan, di antaranya tantangan struktural, integritas multipihak, kolaborasi antar elemen stakeholder, hingga tekanan industri untuk mempercepat proses sertifikasi. Dalam beberapa kasus, terjadi kompromi antara prinsip syariat dan kepentingan pasar. Situasi ini mengindikasikan bahwa sistem pengawasan perlu direformulasi, tidak hanya dari sisi regulasi, tetapi juga dari pendekatan etis dan tata kelola kelembagaan.

Implementasi pengawasan jaminan produk halal tidak cukup hanya bersifat reaktif  (baru bergerak setelah ada laporan dan dugaan pelanggaran), akan tetapi harus proaktif dan preventif. Tujuannya adalah untuk membangun budaya halal di tingkat masyarakat dan produsen, mendidik pelaku usaha kecil dan menengah, serta memanfaatkan teknologi seperti blockchain untuk pencatatan yang transparan dan tidak dapat dimanipulasi. Dalam hal ini, penerapan blockchain tidak lagi menjadi beban administratif, melainkan investasi reputasi dan keberlanjutan industri.

Transformasi pengawasan jaminan produk halal juga memerlukan kolaborasi multipihak dan multilateral, yang melibatkan berbagai stakeholder, termasuk lembaga sertifikasi, akademisi, pelaku industri, dan masyarakat pada umumnya Halal sebagai prinsip universal tidak boleh terfragmentasi oleh batas geografis atau perbedaan tafsir teknis. Justru melalui pengawasan yang terintegrasi dan diakui bersama, kepercayaan konsumen global terhadap produk halal dapat semakin diperkuat dan memainkan peranan penting di kancah internasional.

Label halal adalah hasil akhir dari sebuah proses panjang yang kompleks dan multidimensional. Di baliknya, terdapat tanggung jawab besar dalam menjamin bahwa setiap tahapan telah memenuhi prinsip kehalalan secara menyeluruh. Di sinilah pengawasan jaminan produk halal memainkan peran yang sangat penting, bukan sekadar penjaga kepatuhan syariah, tetapi juga penjamin kepercayaan publik, pelindung etika industri, dan pendorong transformasi sistemik dalam ekosistem halal global.

Pada akhirnya, keberhasilan sistem jaminan produk halal tidak hanya ditentukan oleh jumlah produk yang sudah bersertifikat halal, tetapi sangat ditentukan oleh kredibilitas proses di baliknya. Pengawasan jaminan produk halal yang dilaksanakan secara profesional, independen, dan etis adalah kunci dalam menggapai kesuksesan dalam sistem ini. Tanpa pengawasan yang inklusif dan berintegritas, label halal akan kehilangan maknanya, begitu juga sebaliknya. Namun, keberlangsungan sistem pengawasan jaminan produk halal tidak dapat hanya dibebankan kepada lembaga formal atau otoritas tertentu saja. Setiap lapisan masyarakat memiliki peran strategis dalam membangun ekosistem halal yang kredibel dan berkelanjutan. Konsumen bukanlah pihak pasif yang hanya menerima informasi dan mengonsumsi semata, melainkan bagian penting dalam rantai pengawasan itu sendiri. Dengan meningkatkan kesadaran kritis, peduli, tanggung jawab, serta memilih produk-produk yang bersertifikat halal dan terpercaya, konsumen telah ikut serta menjaga inklusivitas terhadap jaminan produk halal.

Di sisi lain, pelaku usaha (skala besar maupun kecil), harus memandang bahwa pengawasan bukan sebagai beban administratif dan menghambat operasional, tetapi sebagai wujud tanggung jawab moral dan sosial dalam memenuhi hak konsumen Muslim. Literasi halal yang kuat dan komitmen etis dalam setiap lini produksi harus menjadi bagian dari budaya korporasi.

Kini saatnya sama-sama kita menyadari bahwa halal bukan hanya urusan individu, melainkan tanggung jawab kolektif. Halal adalah tentang amanah, tentang menjaga apa yang masuk ke tubuh yang menentukan kesehatan dan perilaku kita, dan tentang menjamin bahwa setiap proses yang dilalui telah sesuai dengan nilai-nilai yang sebenarnya. Maka, keterlibatan aktif masyarakat dalam pengawasan melalui peningkatan literasi, partisipasi, hingga advokasi adalah bentuk nyata dari kepedulian terhadap keberlanjutan sistem halal di tengah dinamika industri yang terus berubah.

Penulis : Muhammad Azwar, S.E., M.E. (Pengawas JPH Kementerian Agama Provinsi Aceh)

Editor :Nabila Anris Putri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *