Darussalam – COVID-19 atau yang dikenal dengan virus corona kini kian merebak. Tentu di kondisi sekarang di rumah aja adalah pilihan yang tepat agar kita terhindar dari virus corona ini. Lalu bagaimana dengan perkuliahan yang biasanya dilaksanakan dengan tatap muka langsung?
Sebagai upaya antisipasi penyebaran virus corona di lingkungan kampus, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sudah melaksanakan pembelajaran dengan sistem online atau kuliah daring.
Sesuai yang disampaikan Rektor Unsyiah Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng IPU, melalui surat edaran pada Senin lalu yang salah satu isinya adalah “Perkuliahan tidak diliburkan, namun metode pelaksanaan tatap muka digantikan dengan metode lain seperti fasilitas e-learning Unsyiah, video conference, pemberian bahan ajar via e-mail dan media sosial, atau media daring lainnya,” Lalu seberapa efektifkah sistem ini dijalankan dan bagimana tanggapan dosen dan mahasiswa?
Jawabannya sudah pasti ada pihak yang setuju dan tidak setuju terhadap sistem kuliah online yang sedang dijalankan oleh Universitas Syiah Kuala. Sebenarnya metode pembelajaran melalui sistem online adalah satu-satunya pilihan yang dapat dilakukan sekarang ini, mengingat virus corona yang mudah sekali tertular melalui kontak langsung atau juga melalui benda-benda yang ada disekitar kita.
Meski zaman tergolong sudah canggih seperti saat ini, tetap saja cara manual seperti kuliah tatap muka dianggap lebih cocok bagi sebagian mahasiswa. Kuliah yang diterapkan selama kasus corona ini, membuat sejumlah mahasiswa semakin acuh tak acuh dengan kuliah yang sedang ia jalani, bahkan ada mahasiswa yang kuliah hanya absen sambil disuguhkan snack di sebelahnya. Ada pula mahasiswa yang menghabiskan waktu dengan tugas yang kian hari semakin bertambah.
”Metode perkuliahan online menjadi jalan alternatif yang tepat karena kita tidak bisa melakukan perkuliahaan secara tatap muka. Tidak mungkin kuliah dijalankan dalam jangka waktu yang lama,” jelas Syahrul selaku dosen Fakultas Pertanian Unsyiah.
Berbagai tanggapan dari mahasiswa pun muncul silih berganti, beberapa mahasiswa mengganggap ini sebuah ajang kuliah sekaligus liburan. Mahasiswa dapat mengerjakan setiap tugas di atas tempat tidur mereka, bahkan melakukan proses perkuliahan tidak perlu mandi atau berias diri, ketika bangun tidur mereka dapat langsung melakukan kuliah daring.
“Sebenarnya ini bukan waktunya memilih, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, ini lebih ke suatu keharusan yang kita lalui, di kondisi ini kita perlu paham dan memaklumi, dan jangan banyak mengeluh! Berdoa saja itu sudah lebih dari cukup,“ ungkap Siti Hajar mahasiswa Fakultas Teknik ketika menyampaikan pendapatnya.
Jika ditinjau kembali mengenai kebijakan kuliah daring ini, ada kelebihan dan kelemahan dari proses belajar mengajar dengan cara tersebut. Kelebihan yang dapat terlihat ialah mahasiswa dan dosen dapat saling komunikasi satu sama lain tanpa perlu khawatir tertular virus corona. Kuliah pun hanya membutuhkan koneksi jaringan yang cukup maka kuliah daring dapat dilaksanakan.
Sayangnya tetap saja ada kelemahan dari kebijakan ini, mulai dari koneksi jaringan, jadwal dosen dan mahasiswa yang bentrok karna kesibukan selama di rumah masing-masing, bahkan ada yang bermasalah karena kelupaan kalau ada jadwal kuliah pada hari itu.
Namun, balik lagi jika dilihat dari sisi lain sistem perkuliahan secara online memiliki keterbatasan dalam pelaksanaannya. Keterbatasan jaringan internet menjadi masalah utama dalam perkuliahan dengan sistem online ini.
“Susahnya kuliah online itu jaringannya yang kurang memumpuni belum lagi kalau ujian melalui e-learning terlalu banyak orang yang mengakses sehingga membuat sistem ini menjadi error,” tangkas Siti Hajar.
Pengalaman kuliah daring pun menjadi buah bibir dikalangan mahasiswa, pasalnya mahasiswa acap kali merasa kesal dengan tugas dosen yang terus bertambah setiap harinya. Bukan tanpa alasan mahasiswa mengeluh, berkaca dari pengalaman Aula seorang mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang mengeluhkan dosen memberi tugas di luar jadwal mata kuliah yang seharusnya.
“Benar-benar sangat merepotkan kuliah daring ini, jika masih bisa diberikan pilihan, lebih baik kuliah tatap muka dan mendengarkan penjelasan dosen secara langsung. Dan lagi pun, bukannya jadwal kuliah sudah ditentukan dari awal semester, maka harusnya kuliah manual maupun kuliah daring tetap dilakukan sesuai jadwalnya,” Jelas Aula ketika membagikan pengalamannya.
Sebenarnya kebijakan sistem kuliah daring ini butuh kerjasama yang baik antar dosen dengan mahasiswa, komunikasi adalah kunci utama. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa banyak mahasiswa lebih senang kuliah tatap muka ketimbang daring. Sistem daring tidaklah efisien untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama, maka dari itu harapannya kondisi ini normal kembali. (Farhana, Dwik & Cyn/Perspektif)