Darussalam – “Meugang” merupakan sebuah tradisi yang tidak pernah terlepas dari masyarakat Aceh sebagai bentuk antusiasnya dalam menyambut bulan suci ramadhan. Setiap tahunnya semua pasar ramai dikerumuni masyarakat ketika memasuki hari-hari “Meugang”. Masyarakat berbondong-bondong menuju ke pasar untuk mencari daging yang nantinya akan diolah menjadi makanan. Bahkan masyarakat tidak segan untuk tetap membeli walaupun harganya yang melonjak sampai 50 persen dari harga normal.
Sebagaimana kita ketahui, tidak ada yang pernah membayangkan bahwa Covid-19 akan merubah kondisi kita dengan sangat cepat. Siapa sangka kebijakan di awal tahun 2020 untuk menyikapi corona yang dibuat pemerintah yang mengharuskan kita untuk berada di rumah selama dua minggu terus berlanjut dalam jangka waktu yang cukup lama. Jika kita melihat kilas balik tahun lalu, ketakukan terbesar masyarakat terutama umat muslim yaitu bagaimana jika corona tetap ada ketika bulan suci ramadhan tiba. Ketakutan tidak bisa melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan ketika bulan suci ramadhan tiba, seperti membeli daging untuk meugang, melaksanakan solat teraweh, mencari takjil untuk berbuka puasa, kegiatan buka puasa bersama, bertamu ketika lebaran dan lainnya. Dan tahun 2020 menjadi tahun pertama dengan suasana ramadhan ditengah kondisi pandemi.
Berdasarkan kebijakan Pemprov Aceh di tahun 2020, tidak ada larangan pelaksanaan tradisi meugang, namun adanya himbauan untuk tetap menjaga jarak. Dikarenakan kondisi saat itu masih awal pandemi Covid-19, kesadaran masyarakat untuk menjaga jarak dan mengikuti protokol kesehatan masih cukup tinggi. Masyarakat masih banyak yang mempunyai rasa ketakutan terhadap Covid-19 sendiri. Dilansir dari CNN Indonesia, kondisi pasar tahun lalu bisa dikatakan sangat sepi pengunjung jika dibandingkan dengan meugang di tahun-tahun sebelumnya.
Lalu bagaimana kondisi “Meugang” pada tahun 2021?
Tahun 2021 menjadi tahun kedua bagi umat muslim untuk melaksanakan ibadah di bulan suci ramadhan dengan kondisi Covid-19. Di Aceh sendiri tradisi meugang masih tetap ada. Salah satu pasar yang sering dikunjungi masyarakat ketika meugang yakni pasar yang terletak di daerah Peunayong. Kondisi pasar di hari meugang cukup dipadati pengunjung. Pedagang disana mengungkapkan bahwasanya tahun ini sedikit lebih ramai dibandingkan tahun 2020, namun tetap saja tidak seramai ketika tahun-tahun sebelum pandemi melanda. Berdasarkan kondisi pasar saat itu, banyak masyarakat yang mulai tidak peduli dengan protokol kesehatan. Hal tersebut terlihat dari kondisi pasar yang padat tanpa memperdulikan lagi social distancing. Kemudian sebagian pengunjung pasar juga tidak menggunakan masker ketika berada di tempat terbuka. Bahkan mayoritas penjual disana juga sudah tidak memakai maskernya lagi. Keadaan seperti ini seharusnya disikapi oleh pemerintah dengan tegas. Meskipun tadinya ada beberapa pihak kepolisian disana, namun mereka juga kurang memperdulikan keadaan pasar yang kurang mematuhi protokol kesehatan.
Diperkirakan jumlah pengunjung pasar akan membludak lagi menjelang hari lebaran nanti. Dikhawatirkan bagaimana jika nanti menjelang hari lebaran kondisinya sama seperti meugang kemarin. Tidak adanya penerapan jaga jarak dan protokol kesehatan. Itulah kenapa masyarakat masih sangat membutuhkan adanya edukasi mengenai betapa pentingnya untuk tetap menerapkan protokol kesehatan di masa sekarang. Tidak sedikit masyarakat yang mempunyai mindset bahwasanya corona sudah tidak ada lagi. Pemikiran seperti itu timbul dikarenakan masyarakat beranggapan bahwa dengan adanya vaksin maka Covid-19 sudah tidak berbahaya lagi. Sehingga ketika berbelanja di pasar pun, berdesak–desakan dengan pembeli lain dan tidak memakai masker sudah dianggap normal.
Tradisi “Meugang” memang tidak boleh hilang, tapi jangan lupa untuk tetap mengikuti protokol kesehatan yang ada supaya kita tetap aman. Ingat untuk tetap memprioritaskan kesehatan kalian di kondisi seperti sekarang ini.
( Rayyan dan Athiyya/Perspektif )